Ds. Kedawung, RT : 12 / RW : 04, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah, Kode Pos : 57271, Hp: 085743269543, Email : mindcrosser_13@yahoo.co.id

Jumat, 07 Agustus 2009

PENGERINGAN KAYU

PENGERINGAN KAYU

PENDAHULUAN

Latar belakang

Pada zaman dahulu sampai dengan zaman sekarang ini, kayu merupakan bahan alam yang sangat melimpah dan masih sangat populer di kalangan masyarakat dunia, khususnya masyarakat indonesia yang merupakan negara tropis dengan hutan kayunya yang sangat luas. Penggunaan kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masing sangat melekat pada kehidupan masyarakatnya. Nilai ekonomi kayu dari waktu ke waktu naik karena beberapa hal antara lain karena permintaan kayu yang meningkat baik dalam segi kualitas maupun kuantitas. Di lain pihak karena tekanan penduduk dan program pembangunan nasional dengan cara mengkonversi lahan hutan menjadi lahan non hutan telah menurunkan jumlah luas kawasan hutan produksi yang menghasilkan kayu. Kedua, perubahan kondisi kawasan hutan tersebut di atas mengakibatkan penurunan penyediaan kayu atau pasokan kayu (wood supply) sehingga dengan meningkatnya permintaan kayu (wood demand) akan menyebabkan kenaikan harga. Kenaikan harga kayu sebenarnya tidak hanya disebabkan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan tetapi masih banyak faktor lain yang terlibat seperti biaya ekstraksi dari hutan atau biaya pembalakan kayu, biaya transportasi, biaya administrasi pengusahaan hutan untuk memproduksi kayu dan lain sebagainya.

Bila ditinjau dari jenis kayu yang diperdagangkan atau kayu-kayu yang banyak terdapat di pasaran, terutama kayu-kayu komersial, maka diperoleh gambaran perbedaan sifat–sifat kayu yang mencakup sifat fisika kayu, sifat kimia kayu, dan sifat pengerjaan kayu yang sangat berpengaruh dalam pengerjaan kayu sebagai benda higroskopis. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian perlakuan awal kayu, salah satunya dengan proses pengeringan kayu yang baik, mudah, dan murah. Pengeringan kayu merupakan proses mengeluarkan air sebayak mungkin dari dalam kayu sehingga di dapat kadar air akhir yang sesuai dengan tujuan penggunaan kayu (Suranto, 2004). Prinsip penurunaan kadar air yang mempengaruhi kembang susut kayu ini yang nantinya akan digunakan pedoman dalam proses pengeringan kayu.

Seiring dengan meningkatnya nilai ekonomi kayu, perhatian masyarakat, produsen, atau konsumen sendiri terhadap kayu sangat kurang, terutama masalah pengeringan kayu. Pengeringan kayu ini sangat perlu diperhatikan dan banyak , diteliti karena banyak permasalahan yang timbul dari penggunaan kayu, kayu sebagai bahan konstruksi bangunan, bahan furniture, bahan kerajinan, dan sebagainya yang berkaitan dengan kadar airnya. Permasalahan-permasalahan tersebut timbul dan mendapat banyak sorotan dari konsumen berskala besar, kecil, baik dalam negeri maupun luar negeri. Proses pengeringan kayu di indonesia masih sangat jarang dilakukan dan cenderung diabaikan sehingga pemakaian kayu yang terjadi sangat ekstrim, dari kayu bulat hasil tebangan langsung dikerjakan menjadi produk setengah jadi atau produk akhir. Tidak adanya perlakukan pendahuluan kayu atau sortimen kayu tersebut untuk menurunkan kadar air melalui proses pengeringan akan berakibat timbulnya cacat-cacat pada kayu atau cacat pada produk akhir seperti kayu melengkung, memuntir, retak, sulitnya pengerjaan kayu tersebut dan sebagainya. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi kualitas kayu atau produk akhir dari kayu tersebut yang natinya akan mempengaruhi harga kayu atau harga produk akhir kayu tersebut.


Tujuan

Kayu sebagai bahan alam yang populer, mudah didapat, dan murah mampu ditingkatkan nilai ekonominya melalui pemberian perlakuan awal dengan proses pengeringan kayu yang baik, mudah, dan murah sehingga mudah dilakukan dan terjangkau bagi produsen maupun konsumen kayu.


Manfaat

Kayu melalui proses pengeringan dapat menurunkan kadar air kayu sehingga terbentuk dimensi kayu yang stabil, mudah dalam pengerjaannya, dan menghindari cacat pada kayu sehingga nilai ekonomi dan nilai pakai kayu akan meningkat sehingga harga jual kayu akan semakin tinggi.



TINJAUAN PUSTAKA

Teori Pengeringan kayu

Pengeringan kayu adalah suatu proses pemindahan air dari dalam kayu oleh penguapan (Vlasov dkk,1968). Proses pengeringan ini akan berjalan sampai tercapai keseimbangan kadar air kayu dengan udara sekitarnya disebut juga dengan equilibrium moisture content (emc) (Rietz & Page, 1971).
Dengan adanya pengeringan kayu tersebut, maka dalam pengeringan kayu terdapat 2 aspek pokok yaitu pernindahan air dalam kayu ke permukaan kayu dan pemindahan air dari permukaan kayu ke atmosfer dengan cara penguapan (Brown & Bethel, 1965).

Pengeringan kayu dilakukan karena penggunaan. Kayu secara komersial selalu menghendaki pengurangan kadar air yang terdapat di dalam kayu, sedangkan tinggi rendahnya kadar air atau tujuan kadar air tergantung dengan penggunaan kayu tersebut (VIasov et al, 1968), umur pakai dan kekuatan kayu akan bertambah bila kayu dikeringkan terlebih dahulu, bahkan bila kadar air kayu dibawah 20%, mikrobia pembusuk dan penyebab noda akan sulit hidup pada kayu tersebut (Brown & Bethel, 1965). Untuk kayu bangunan pada umumnya pengeringan kayu cukup hanya sampai kering udara saja dengan kadar air 12 19% untuk perkakas interior seperti meubel dan barang kerajinan yang memerlukan kadar air rendah dari kering udara, pengeringan secara alarni efektif untuk mengeringkan kayu sampai kadar air kering udara untuk kayu perkakas interior harus dikeringkan dengan menggunakan tanur pengering (Rietz & Page, 1971).

Proses pengeringan. disebabkan karena kayu memiliki sifat higroskopis maka apabila kayu basah. dikeringkan maka air pengisi rongga. sel (air bebas) lebih dulu menguap. Proses selanjutnya adalah jika air bebas akan habis menguap semua, maka tinggal air yang berada dalam dinding sel (air terikat). Jika proses pengeringan dilanjutkan maka air terikat juga akan menguap. Saat itu kayu akan mengalami penyusutan (perubahan dimensi).

Kayu yang dikeringkan mempunyai banyak keuntungan daripada kayu yang dikeringkan begitu saja. Keuntungan kayu yang dikeringkan antara lain adalah :
1. Berat kayu akan berkurang, sehingga biaya pengangkutan berkurang (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)
2. Penyusutan yang menyertai pengeringan terjadi sebelum kayu digunakan sebagai produk akhir. Perubahan kadar air seimbang yang kecil akan meminimumkan penyusutan dan pengembangan kayu dalam pemakaiannya sebagai produk akhir sehingga mencegah retak dan pecah yang mungkin terjadi (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994; Marsoem, 1999)
3. Hampir sernua sifat mekanika kayu akan naik kekuatan. pukul (impact bending) kayu yang sudah dikeringkan akan sama atau sedikit lebih kecil dibanding kayu basah. Kekuatan geser, tarik, lengkung dan elastisitas akan naik sekitar 3% 6% setiap 1% penurunan kadar air setelah melewati titik jenuh serat. Keadaan ini disebabkan karena kayu sudah dikeringkan mempunyai jumlah massa dinding sel kayu yang lebih besar dan lebih banyak dibanding kayu basah pada volume yang sama (Brown & Bethel, 196 5, Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994; Marsoem, 1999)
4. Umur pakai kayu akan bertambah karena kemungkiman serangan mikrobia pembusuk dan cendawan penyebab noda akan sulit hidup pada kayu dengan kadar air dibawah 20% (Brown & Bethel, 1965; Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)
5. Kayu yang dikeringkan mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap serangan serangga perusak kayu (Prayitno, 1994; Hadikusumo, 1994)
6. Kekuatan sambungan sambungan yang terbuat dari paku dan baut akan lebih besar pada kayu kering daripada kayu basah (Rietz & Page, 197 1)
7. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat lebih baik untuk perekatan dan penggunaan akhir (Rietz & Page, 197 1; Prayitno, 1994)
8. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat lebih baik untuk perlakuan bahan kimia, pengawet dan penghambat kebakaran (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)
9. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat permesinan lebih baik karena dapat dipotong pada ukuran yang tepat dengan. permukaan yang halus (Prayitno, 1994)
10. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat isolasi listrik dan isolasi panas yang lebih baik daripada kayu basah (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)

Faktor faktor yang mempengaruhi kecepatan. pengeringan menurut (Hadikusumo, 1994), kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kayu, tebal kayu, kadar air awal, kayu dalam batang (kayu gubal dan kayu teras) dan keadaan lingkungan (suhu, kelembaban, kecepatan angin)
1. Jenis kayu. Kayu yang ringan biasanya lebih cepat kering daripada kayu tebal. Dimana kecepatannya dipengaruhi oleh struktur dan sifat kayunya (Brown dan Bethel,1965).
2. Tebal kayu. Makin tebal kayu maka akan semakin lama waktu pengeringan. Hal ini karena. waktu yang dibutuhkan air untuk bergerak dari dalam ke permukaan. kayu akan lebih lama dari kayu yang lebih tipis di bawah keadaan atmosfer yang sama (Brown dan Bethel, 1965).
3. Kadar air awal. Kadar air awal mula mula di dalam kayu segar akan berpengaruh terhadap lamanya waktu yang dibutuhkan air untuk bergerak dari dalam ke permukaan. kayu akan lebih lama daripada kayu yang lebih tipis di bawah keadaan atmosfer yang sama (Brown dan Bethel, 1965)
4. Potongan papan. Potongan papan atau arah penampang berpengaruh terhadap keluarnya air dari dalam kayu. Hal ini berkaitan dengan struktur sel kayunya. Sebagian besar kadar air akan dikeluarkan nelalui penampang melintang daripada melalui penampang radial dan tangensial ( Brown dan Bethel,1965). Hal ini disebabkan karena sel-sel pembuluh tersusun dalam seri yang sejajar dengan sumbu pohon, dan pori pori kayu terclapat pada penampang melintang.
5. Letak kayu dalam batang (kayu Gubal dan Kayu Teras). Kayu teras kurang permeabel terhadap cairan bila dibandingkan kayu gubal sehingga lebih lambat mengering (Rietz dan Page, 197 1)
6. Keadaan Lingkungan (Suhu, Kelembaban, dan Kecepatan/sirkulasi Angin)

Menurut Martelli dalam Hadikusumo (1986), bahwa dalam pengeringan kayu syarat utama yang harus dipenuhi yaitu cukup energi dan kelembaban untuk untuk mengeluarkan air terutama air yang terdapat dalam dinding sel, dan sirkulasi udara yang cukup sehingga panas yang dihantarkan dapat merata mengenai seluruh permukaan kayu dari setiap tumpukan. Sirkulasi udara yang normal untuk mengeringkan kayu sekitar 2 in per detik. Kecepatan udara yang kurang dari 1,5 m per detik dapat menyebakan kayu mengering sangat lambat.

a. Suhu udara

Menurut Prayitno (1994), suhu udara berhubungan. dengan kemampuan udara untuk menerima dan menahan molekul uap air yang tetap dalam udara dan kemudian keluar dari udara dalam bentuk embun. Semakin tinggi suhu udara maka semakin banyak molekul uap air yang mampu diterima dan ditahan dalam udara menurut Yudidobroto (1980). Fungsi dari suhu udara tinggi atau panas dalam proses pengeningan kayu akan menaikkan tekanan udara dalam kayu dan menguapkan air yang terdapat di permukaan kayu. Pengaruh suhu udara terhadap proses proses pengeringan adalah semakin tinggi suhu udara dalam alat pengering, makin cepat penguapan air dari dalam kayu

b. Kelembaban relatif

Menurut Vlasov et al (1968) dan Prayitno (1994), kelembaban relatif adalah perbandingan antara tekanan uap dalam udara dengan tekanan uap dalam keadaan jenuh, yang dinyatakan dalam persen pada suhu yang sama. Pengaruh kelembaban relatif terhadap pengeringan kayu adalah semakin rendah kelembaban udara di sekitar kayu yang dikeringkan, proses pengeringan akan semakin cepat

c. Sirkulasi udara

Menurut Prayitno, (1994) terdapat 2 kelompok sirkulasi udara yaitu sirkulasi udara internal dan sirkulasi udara eksternal. Sirkulasi udara internal adalah sirkulasi udara, yang membawa panas dari permukaan radiator ke permukaan kayu. Sirkulasi udara eksternal adalah sirkulasi udara, yang membawa udara segar dari luar alat pengering dan membawa udara jenuh air keluar dari alat pengering

Menurut Yudodibroto (1980), fungsi dari panas di dalam proses I pengeringan kayu adalah untuk menaikkan tekanan udara dan uap di dalam kayu dan menguapkan air yang terdapat dipermukaan kayu. Semakin tinggi temperatur maka semakin cepat penguapan air dari dalam kayu. Semakin rendah kelembaban udara sekitar udara sekitar kayu yang dikeringkan maka proses pengeringan kayu akan semakin cepat. Fungsi udara adalah sebagai medium pembawa panas di dalam proses pengeringan kayu. Dengan semakin cepatnya sirkulasi udara, maka proses pengangkutan kelembaban di permukaan kayu akan semakin cepat.

Kecepatan angin yang tinggi akan mempercepat pengeringan. Menurut Yudodibroto (1981), dengan dicapainya suhu yang relatif lebih tinggi dalam alat pengeringan kayu yang menggunakan tenaga, radiasi matahari maka mungkin sekali pengeningan kayu didalamnya, dapat terlaksana lebih cepat daripada di dalam pengeringan alami Jika kelembaban relatif udara, dapat diturunkan dan sirkulasi udara dapat disempurnakan.


Metode metode pengeringan kayu

Menurut Yodhodibroto (1980), pengeringan kayu dibagi menjadi dua kelompok, yang meliputi pengeningan secara alami (natural drying) dan pengeringan secara buatan (artificial drying). Pengeringan alami adalah suatu metode pengeringan dimana unsur unsur alam mernegang peranan yang penting. Unsur unsur tersebut meliputi panas yang berasal darl matahari, peredaran udara karena adanya hembusan angin, dan kelembaban relatif udara yang ada. Pengeringan buatan adalah suatu metode pengeringan dimana unsur unsur yang berupa hasil budidaya manusia memegang peranan yang terbesar dalam proses pengeringan yang bersangkutan (Yudodibroto, 1982).

Menurut Oliveira dalam Hadikusumo (1986), menilai bahwa salah satu kunci suksesnya pengeringan dengan metode rumah kaca adalah ventilasi. Apabila ventilasi lebih sedikit, kelembaban udara dalam ruang pengering menjadi lebih tingi dan. memperlambat pengeringan, sebaliknya apabila ventilasi terlalu banyak maka udara dalam ruang pengering hampir atau sama dengan keadaaannya dengan udara di luar yang kering dan ini mempermudah timbulnya retak retak karena suhu yang lebih tinggi

1. Pengeringan Alami (Air drying / air seasoning)

Menurut Martawijaya (1976) pengeringan alami dapat dilakukan ditempat terbuka dan dibawah atap sehingga terlidung dari sinar matahari secara langsung, di tempat terbuka waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi kering kurang lebih 25 50% dari tempat terlindung. Sirkulasi udara di sekitarnya yang akan membawa keluar kelembaban dapat berjalan melalui tumpukan tersebut (Rietz dan Page,1971). Karena faktor alam yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengeringan, maka faktor iklim, cuaca, tata letak halaman pengering dan cara penumpukan akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pengeringan secara alami (Kollman, 1968)

Pengeringan alami ini mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungan pengeringan alami ini antara lain volume pengeringan dapat mencapai tiga kali lebih besar dibandingkan dengan tanur pengening, biaya awal yang cukup murah (Rietz dan Page, 197 1). Adapun kerugiannya adalah hubungannya dengan faktor lingkungan yang tidak terkontrol (Rietz dan Page,1971). Se lain itu laju pengeringan yang sangat lambat

2. Pengeringan dengan Radiasi Sinar Matahari (solar drying)

Pada proses pengeringan kayu diusahakan agar radiasi sinar matahari dapat diserap sebanyak banyaknya oleh kayu. Dengan dapat diserapnya. energi matahari tersebut, proses pengeringan kayu dapat terjadi bahkan dapat dipercepat. Proses, ini terjadi karena disebabkan suhu yang berada di dalam alat pengering: dapat lebih tmggI bila dibandingkan dengan udara terbuka (Kollman, 1968). Pada. Pokoknya di dalam pengeringan yang menggunakan radiasi sinar matahari, yang mempengaruhi kecepatan pengeringan adalah sama dengan pada pengeringan alami. Faktor ada tidaknya matahari merupakan hal yang utama dalam proses pengeringan ini.

Keuntungan dari pengeringan sinar matahari menurut Chudnoff dkk (1966) yang dikutip oleh Yudodibroto dkk (1981) bahwa untuk mencapai kadar air 15%, pengeringan dengan menggunakan alat pengering radiasi sinar matahari membutuhkan waktu separuh hingga sepertiga kali lipat dari waktu yang dibutuhkan pada penggunaan alat pengering alami. Rata rata temperatur pada alat pengering alami dan radiasi sinar matahari berturut turut adalah 30,58 0C dan 33,12 0C. Sedangkan temperatur maksimum yang dapat dicapai pada kedua alat pengering tersebut adalah 37,0 0C dan 44 0C. Untuk memperkecil kelembaban relatif pada, alat pengering radiasi sinar matahari perlu adanya sistem ventilasi yang baik (Yudodibroto, 1981). Menurut Hadikusumo (1986), metode pengeringan dengan menggunakan. energi matahari sangat baik diterapkan di Indonesia yang kaya akan energi sepanjang tahun.


Cacat cacat pengeringan kayu

Cacat cacat pengeringan. yang sering terjadi digolongkan menjadi 3 kelas, yang didasarkan pada penyebabnya yaitu penyusutan, cendawan, dan bahan bahan kimia di dalam kayu, dan ini terjadi pada. pengeringan alami maupun buatan. Penyusutan terjadi jika pengeringan dilakukan di bawah titik jenuh serat. Menurut Hadikusumo (1994), retak yang terjadi pada kayu yang dikeringkan disebabkan oleh pengeringan yang terlalu cepat. Pengeringan yang terlalu cepat akan menyebabkan lapisan kayu baglan luar menjadi kering, sementara lapisan kayu bagian dalam lapisan masih basah. Karena. kering, lapisan luar menyusut tetapi dihalang halangi oleh lapisan dalam yang masih basah. Apabila pengeringan terlalu cepat gaya yang terjadi karena penyusutan ini sering lebih besar danipada kekuatan kayu itu sendiri sehingga terjadi retak. Masing masing jenis kayu berbeda ketahanannya dalam menghadapi retak pada kondisi pengeringan yang sama.

Pelengkungan pada kayu yang dikeringkan disebabkan oleh adanya perbedaan penyusutan pada kedua permukaan kayu atau pada kedua sisi kayu. Pelengkungan. memangkuk biasanya mudah dihindari dengan cara penumpukan yang baik dengan. menggunakan ganjal ganjal yang lurus dan tebalnya seragam. Pelengkungan yang lain adalah pelengkungan membusur. Pelengkungan ini terjadi karena adanya penyusutan pada arah longitudinal yang terjadi pada papan yang mengandung kayu juvenil dan papan yang mengandung kayu reaksi. Kayu reaksi terdapat pada batang yang miring tumbuhnya. Penyusutan arah longitudinal pada kayu. reaksi dan kayu juvenil jauh lebih besar daripada kayu dewasa dan kayu. normal, sehingga papan yang mengandung kaya juvenil atau kayu. reaksi akan membusur pada pengeringan. Untuk menghindari cacat retak dengan melabur kedua ujung papan kayu. dengan larutan kimia (flinkote) (Martawijaya,1976). Cendawan menimbulkan cacat berupa noda, busuk dan lapuk yang terjadi pada suhu dan kelembaban yang menguntungkan dalam pengeringan. Akibat yang ditimbulkan. antara lain perubahan warna. kayu, merusak kayu, kekuatan kayu. berkurang Cara menghindarinya adalah mengeringkan kayu sampai di bawah 20% kadar airnya, atau menyemprot zat kirnia.

Menurut Hadikusumo (1994), retak yang terjadi pada kayu. yang dikeringkan disebabkan oleh pengeringan yang terlalu cepat. Pengeringan kayu. yang terIalu cepat akan menyebabkan lapisan kayu bagian luar menjadi kering, sementara lapisan kayu bagian dalam lapisan masih basah. Karena kering, lapisan luar manyusut tertapi dihalang halangi oleh lapisan dalam yang masih basah. Apabila pengeringan terlalu cepat, gaya yang teriadi karena penyusutan im sering lebih besar dari daripada kekuatan kayu itu sendiri sehingga terjadi retak. Pelengkungan pada kayu. yang dikeringkan disebabkan oleh adanya perbedaan penyusutan pada kedua permukaan kayu atau pada kedua sisi kayu.

Menurut Hadikusumo (1986), tindakan pengeringan kayu yang cepat dilaksanakan akan clapat menghindarkan kayu dari serangan cendawan pewarna seperti blue stain. Cartwright dan Findlay dalam Supriana (1976), menerangkan bahwa keadaan yang paling menguntungkan perkembangan jamur blue stain adalah waktu kayu yang sedang dikeringkan secara lambat. Jamur pewarna kayu akan berkembang mengikuti bagian kayu yang sukar kering, sebab udara dan kadar air pada bagian tersebut berada dalam keadaaan yang optimum bagi perturnbuhannya. Menurut Supriana (1976), tindakan pertama yang harus dilakukan untuk mencegah serangan bluestain pada kayu gergajian adalah dengan mengeringkanya dengan cepat.



PEMBAHASAN

Permasalahan yang Dihadapi oleh Pengrajin Kayu

Pengeringan kayu yang terdapat di lingkungan masyarakat masih sangat kurang sekali diperhatikan, sampai pada pengrajin kayu di sekitar kampus Universitas Gadjah Mada dan jalan Rongroad Utara yang kami temui dan kami pantau mengenai pemberian perlakuan pengeringan untuk sebelum kayu tersebut dikerjakan menjadi rak-rak buku, almari, meja belajar, dan sebagainya. Kayu yang digunakan rata-rata berasal dari kayu sengon, mindi, nangka, dll. Jenis kayu-kayu tersebut memang jenis kayu-kayu yang mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah. Produk yang diciptakan bagus menarik dengan bentuk ukuran yang bervariasi sesuai selera konsumen yang rata-rata sebagaian besar konsumennya adalah mahasiswa.

Sebelum pengerjaan kayu menjadi produk yang akan dipasarkan, kayu-kayu yang telah dikirim dari industri penggergajian kayu tersebut hanya ditumpuk begitu saja tanpa adanya proses pengeringan. Penumpukan yang tidak benar akan menyebabkan kerusakan bentuk atau cacat bentuk akibat penumpukan karena distribusi berat penumpukan yang tidak merata. Selain itu kadar air di dalam kayu yang relatif tinggi masih sangat tinggi menyebabkan perubahan dimensi kayu yang sangat besar. Hal ini menyebabkan cacat bentuk kayu, diantaranya kayu menjadi melengkung, memuntir, membusur, mencawan, dan sebagainya sehingga kayu-kayu tersebut menjadi sulit dalam pengerjaannya dan mempengaruhi bentuk, tekstur dari kayu tersebut setelah menjadi produk akhir yang berakibat pada retak, pecah. Masalah seperti ini sangat kurang diperhatikan oleh pengrajin kayu dan hal ini baru disadari setelah terbentuk menjadi produk akhir.

Permasalahan juga timbul dari segi warna corak kayu yang berbeda akibat serangan jamur atau cendawan yang biasanya menyerang kayu tersebut ketika dalam proses penumpukan kayu, misalnya jamur pelapuk, jamur penoda,dll. Jamur atau cendawan tersebut menyerang kayu karena adanya kondisi yang mendukung untuk tumbuh dan berkembang, salah satunya dengan kondisi kadar air yang masih relatif tinggi. Warna yang timbul biasanya berbeda dengan warna kayu asli, misalnya warna kayu permukaan kayu menjadi biru disebabkan karena jamur penoda permukaan kayu yaitu blue stain. Perbedaan warna ini nantinya yang akan mempengaruhi corak permukaan kayu ketika dalam pemberian pelapis kayu seperti pelitur, melamin, atau pernis manjadi jelek.

Kekuatan kayu atau umur pakai kayu juga aspek yang perlu diperhatikan sebagai fungsi dari nilai ekonominya. Kayu yang sifat mekanika atau kekuatannya tinggi dan umur pakainya lama akan mempengaruhi harga kayu tersebut. Kayu yang tidak dikeringkan kekuatanya mekanikanya akan rendah dan umur pakainya akan pendek. Kayu yang mengandung kadar air relatif tinggi di dalamnya msih mengandung banyak air dan karapatannya relatif renggang sehingga ikatan di antara sel kayu juga renggang. Kadar air yang relatif tinggi juga memacu serangan dari organisme perusak kayu untuk menyerang kayu tersebut, baik itu jamur, cendawan, ataupun serangga.

Hal-hal di atas merupakan fakta yang terdapat lingkungan proses pengerjaan kayu yang dilakukan oleh pengrajin kayu di daerah kampus Universitas gadjah Mada yang perlu diperhatikan dan dibantu dengan timbulnya masalah tersebut.


Solusi Metode Pengeringan yang Baik, Mudah, dan Murah

Solusi yang terbaik adalah kombinasi pengeringan kayu secara alami dengan pengeringan menggunakan metode radiasi sinar matahari sebagai salah satu faktor utama pengering yang dapat diperoleh secara mudah dan alami. Metode ini merupakan metode gabungan yang dapat dimaksimalkan untuk memperoleh proses pengeringan yang bertahap atau relatif cepat, mudah dilakukan, dan memerlukan biaya yang murah.

Rancangan dari proses pengeringan kombinasi ini dapat dibuat dengan membuat tempat penumpukan di atas tanah dengan pembuatan rumah-rumahan seluas dimensi kayu yang akan dikeringkan dengan bentuk penumpukan dibaringkan sejajar permukaan tanah atau dimiringkan dengan sudut kemiringan tertentu di dalam rumah pengeringan tersebut. Kayu yang akan ditumpuk dibaringkan secra teratur sesuai dengan luas rumah pengeringan, setiap tumpukan arah ke atas kayu diberi ganjal agar terdapat sela-sela di antara tumpukan kayu. Bentuk penumpukan dilakukan secara berbaring dengan bentuk kubus atau persegi (box-piled). Bentuk dan cara pengeringan ini memiliki banyak keuntungan, yaitu bentuk tumpukan kayu ini mempunyai proses mengering yang bertahap engan tidak merusak bentuk atau dimensi kayu sehingga kualita dari kayu tersebut masih tetap terjaga.

Bentuk dari rumah pengeringan ini mirip seperti rumah biasa dengan diberi tiang pada keempat sisi rumah pengeringan sehingga rumah tidak berhubungan langsung dengan tanah karena bila terjadi serangan rayap atau serangga yang lain cepat dapat segera dideteksi atau diketahui. Selain itu tidak terpangaruh oleh kondisi tanah, baik kelembaban maupun air yang tergenang pada saat musim hujan. Konstruksi rumah pengeringan yang bagus dan murah terbuat dari seng, fiber, atau bahan-bahan yang mudah menyerap panas dari radiasi sinar matahari.

Letak rumah pengeringan harus melintang terhadap posisi peredaran matahari pada sisi panjangnya untuk mengurangi penguapan pada ujung kayu.

Ganjal yang digunakan pada proses pengeringan ini harus benar-benar kering sehingga tidak terjadi kontaminasi dengan kayu yang akan dikeringkan dan kuat. Selain itu dimensi ganjal harus disesuaikan dengan dimensi kayu yang akan dikeringkan sehingga pada proses penumpukan terjadi distribusi berat tumpukan secara merata dan tidak terjadi cacat selama penumpukan pada proses pengeringan ini.

Metode atau cara pengeringan yang baik, mudah, dan murah seperti ini dapat dijadikan solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh pengrajin kayu tersebut


KESIMPULAN

1. Pengeringan kayu merupakan proses awal yang sangat penting bagi kayu dan menjawab permasalahan tentang sifat-sifat kayu yang buruk yang berpengaruh terhadap kualitas kayu bagi pengrajin kayu di kawasan kampus Universitas Gadjah Mada dan di Jalan Ringroad Utara.

2. Proses pengeringan yang baik, mudah, dan murah dapat dilakukan dengan metode pengringan kayu dengan kombinasi metode pengeringan kayu secara alami dan metode pengeringan kayu dengan radiasi sinar matahari dengan pembuatan rumah pengeringan.


DAFTAR PUSTAKA

Dry Kiln Operator’s Manual, Edited by William T. Simpson, Research Forest Products Technologist, United States Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory , Madison, Wisconsin, Revised August 1991, Agriculture Handbook 188.

Wood handbook—Wood as an Engineering Material. Forest Products Laboratory. 1999. Gen. Tech. Rep. FPL–GTR–113. Madison, WI: U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory.

Haygreen, J.G., and Bowyer, J.L., 1996, Forest Product and Wood Science, 3rd Edition, Iowa University Press, Iowa.

Kollmann, F. F. P., dan Cote, W. A., 1968, Principles of Wood Science and Technology, Jilid 1, Solid Wood, Springer-Verlag, New York.

Martawijaya, A., dkk., 1981, Atlas Kayu Indonesia, Jilid 1, Dephut, Balitbang Kehutanan, Bogor.

Panshin, A. J., dan de Zeeuw. C., 1980, Textbook of Wood Technology, 4th Edition, McGraw-Hill Book Co., New York.

10 komentar:

Unknown on 4 November 2012 pukul 05.33 mengatakan...

materi yang disampai dalam blog ini sangat membantu dalam perkuliahan

Unknown on 4 November 2012 pukul 05.33 mengatakan...

materi yang disampai dalam blog ini sangat membantu dalam perkuliahan

mebel jati jepara on 2 Mei 2013 pukul 22.17 mengatakan...

Artikel yang sangat membantu saya dalam memproduksi mebel. Khusus untuk kayu trembesi apakah metode yg disampaikan diatas sama untuk apilkasi pengeringan kayu trembesi? thanks for share

KAYU ALAM on 3 Juni 2013 pukul 08.04 mengatakan...

Trembesi mudah sekali retak.
Biasa nya kita pakai stok lama yg sdh dikeringkan alami.

ra3 on 29 Agustus 2013 pukul 01.53 mengatakan...

Mas Kelik,,,,,gmn kabarnya?

ra3 on 29 Agustus 2013 pukul 01.53 mengatakan...

Mas Kelik,,,,,gmn kabarnya?

furniture jepara on 27 Januari 2015 pukul 21.28 mengatakan...

Adakah obat kimia yang dapat mempercepat pengeringan kayu? thanks

Meja Aquarium jati on 13 Mei 2017 pukul 07.57 mengatakan...

terimakasih atas informasi dan ilmunya mas kelik. semoga menjadi amal jariyah buat panjenengan karena telah memberi ilmu secara cuma-cuma suwun

Candra Tyas on 27 Agustus 2018 pukul 10.05 mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Candra Tyas on 27 Agustus 2018 pukul 10.06 mengatakan...

Mas maaf saya mau nanya, pada penelitian saya yaitu bambu hitam, bambu betung, dan bambu kuning itu kadar airnya lebih tinggu bambu hitam setelah diteliti. Tetapi jika dilihat secara fisik bagian batangnya yg terbesar bambu betung. Kira2 apa yg mempengaruhi ya mas? Mohon kiranya segera dijawab.. Nuhun mas....

 

JOHN KELIK Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts