Ds. Kedawung, RT : 12 / RW : 04, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah, Kode Pos : 57271, Hp: 085743269543, Email : mindcrosser_13@yahoo.co.id

Jumat, 07 Agustus 2009

KUMPULAN INTISARI

Pengaruh Perbandingan Komposisi Serbuk Kasar dengan Serbuk Halus, dan Serbuk Kayu Jati dengan Serbuk Kayu Sengon terhadap Sifat Produk Bentukan.

Yohanes Kelik Bekti Subagyo, Jatu Primadi, Andrian Fernandes,
Vendy Eko P., Tendi Wibowo R.


Kayu jati dan kayu sengon adalah dua jenis kayu yang banyak ditanam oleh masyarakat Indonesia sebagai hutan tanaman maupun sebagai hutan rakyat. Besarnya permintaan masyarakat atas produk dari kayu ini menyebabkan banyak berdirinya industri pengolahan kayu jati maupun sengon, yang banyak menghasilkan limbah terutama berupa serbuk. Serbuk ini dapat dimanfaatkan dengan metode perekatan menjadi produk bentukan (molded product). Dalam penelitian ini digunakan campuran serbuk kayu kayu jati dan serbuk kayu sengon untuk mengurangi tuntutan pemenuhan kebutuhan bahan baku, juga digunakan campuran dua ukuran serbuk (halus dan kasar) untuk mengurangi energi dalam penghalusan serbuk.

Metodologi dalam penelitian ini adalah dengan menggabungkan dua variasi yang digunakan. Variasi pertama adalah dengan mencampurkan serbuk kayu jati dengan serbuk kayu sengon dengan perbandingan 1:5, 1:3 dan 1:1. variasi kedua adalah dengan mencampurkan serbuk kasar (lolos 45 mesh/tertahan 60 mesh) dengan serbuk halus (lolos 100 mesh) dengan perbandingan 1:5, 1:3 dan 1:1. Kedua variasi tersebut digabungkan. Pencampuran tepung kayu dengan perekat phenol formaldehyde dilakukan dengan pengadukan selama 5 jam. Pengempaan panas dilakukan pada suhu 190 0C, tekanan 1000 pound selama 10 menit. Sampel diuji berdasarkan standar ASTM D 5524-93



PEMANFAATAN ARANG AKTIF TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI BAHAN PENYERAP MIKROBA DALAM AIR

Jatu Primadi, Andrian Fernandes, Yohanes Kelik Bekti Subagyo,
Vendy Eko P., Tendi Wibowo R.


Arang aktif adalah karbon amorf yang memiliki derajat porositas yang tinggi dan permukaan dalam partikel yang luas, telah digunakan sejak jaman Mesir kuno pada tahun 1500 BC dalam bidang pengobatan. Kini penggunaannya semakin meluas ke berbagai bidang, misalnya dalam bidang pengolahan air limbah, industri kimia dan makanan, serta berbagai kegunaan yang lain. Akibatnya konsumsi arang aktif semakin meningkat, baik pada skala internasional maupun nasional. Selama ini peningkatan kebutuhan arang aktif tidak diikuti dengan penambahan produksi arang aktif yang ideal karena masih mengandalkan pengolahan yang tergolong “tradisional”. Untuk mengatasinya diperlukan proses industrialisasi pengolahan arang aktif. Penggunaan tanur aktifasi skala industri bertipe rotary yang memiliki berbagai kelebihan dapat meningkatkan produksi arang aktif bila dibandingkan dengan penggunaan tanur tradisional.

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan arang aktif sebagai penyerap mikroba dengan bahan aktivator terbaik dari ketiga macam bahan kimia (Na2CO3, NH4 + HCl, dan MgCl2) dengan konsentrasi 1,5%. Kontrol dibuat dengan cara mengaktivasi arang tanpa bahan kimia. Pengujian arang aktif didasarkan pada Standard Nasional Indonesia (SNI) yang meliputi kadar air, kadar abu, bagian yang hilang pada pemanasan 9500C, kadar karbon terikat, penyerapan iod, penyerapan metilen biru dan ASTM untuk pengujian daya serap benzene. Setiap perlakuan diuji sebanyak 3 kali sebagai ulangan. Hasil pengujian arang aktif dengan kualita terbaik ini selanjutnya diaplikasikan pada bahan penyerap mikroba dalam air.

Kata kunci : Arang aktif, penyerap mikroba, bahan aktivator, aktivasi



JATI SUDAH DEWASA DALAM WAKTU 5 TAHUN

Andrian Fernandes dan Yohanes Kelik Bekti Subagyo

Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta


Selama ini masyarakat masih berpandangan bahwa kayu, khususnya kayu jati, yang masak adalah kayu yang berdiameter besar dan berumur tua. Sebenarnya kalayakan kayu untuk dipakai tidak tergantung pada umur pohon yang tua, tetapi tergantung pada kemasakan kayu. Proses masaknya kayu tidak terjadi semerta-merta, tetapi secara berangsur-angsur, diawali dengan terbentuknya kayu juvenile selama beberapa lingkaran tumbuh, baru kemudian terbentuk kayu masak. Keberadaan kayu juvenile-masak dalam satu pohon tidak dapat dilihat menggunakan mata telanjang, tetapi membutuhkan parameter pembantu, misalnya dimensi serat dan berat jenis kayu.

Penelitian ini menggunakan contoh uji tiga disk kayu jati pada ketinggian dbh dari tiga batang pohon yang berbeda yang berumur 15 tahun yang tumbuh di Gombong. Pengukuran dimensi serat dan berat jenis dilakukan setiap lingkaran tumbuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap lingkaran tumbuh pohon Jati terbentuk selama satu tahun, jadi satu lingkaran tumbuh jati dapat dikatakan sebagai satu lingkaran tahun. Tingkat kedewasaan kayu jati dapat ditentukan melalui perhitungan serta pengamatan nilai alur perubahan (grafik) dari panjang serat, diameter serat dan berat jenis dari kayu jati. Dari perhitungan serta pengamatan nilai alur perubahan (grafik) dari panjang serat, diameter serat dan berat jenis dari kayu jati menunjukkan hasil bahwa kayu jati dapat dikatakan sudah mulai memasuki tingkat kedewasaan mulai umur 5 tahun.

Kata kunci : kayu juvenile, kayu masak, kayu jati, lingkaran tumbuh



KAPILARITAS PEMBULUH POHON JATI (Tectona grandis L.f.)

Andrian Fernandes dan Yohanes Kelik Bekti Subagyo

Tumbuhan mempunyai suatu system transportasi yang berupa pengangkutan air dan garam-garam mineral melalui sel secara horosontal (aliran ekstravasikuler) dan melalui pembuluh pengangkut atau xylem (aliran vasikuler). Di dalam sistem pengangkutan terdapat empat mekanisme pengangkutan air, yaitu daya tekan akar, arus transpirasi (daya isap daun), daya adhesi dan kohesi, dan daya kapilaritas pembuluh.

Kapilaritas pembuluh dipengaruhi oleh jenis fluida cair yang melewati pembuluh, jenis, dan diameter pembuluh. Adanya interaksi antara jenis fluida cair dengan jenis pembuluh menghasilkan daya adhesi dan kohesi yang diekspresikan oleh sudut kontak. Makin kecil diameter pembuluh maka selisih tinggi antara permukaan permukaan fluida cair di dalam dan di luar pipa kapiler akan semakin besar (Siau, 1995). Pengukuran daya kapileritas pembuluh menggunakan data pohon Jati (Tectona grandis L.f.) Pandit tahun 2000 dan data dari table WVW tahun 1932. Pengukuran kenaikan air pada pembuluh dianggap sebagai kenaikan air pada pipa kapiler. Dengan data diameter pembuluh Jati, jumlah pori kayu Jati per mm2, persentase sel pori kayu Jati akan didapat kenaikan air pada satu pembuluh dan jumlah air yang terangkut. Dengan analogi yang sama, perhitungan daya kapilaritas pembuluh tersebut dapat dicari dengan membandingkan antara kayu jati yang termasuk dalam KU I sampai KU V dengan mengetahui persentase kayu teras, kayu gubal, kayu awal, dan kayu akhir. Dari adanya perhitungan hasil tersebut menunjukkan bahwa makin bertambahnya umur maka jumlah air yang dapat terangkut akibat daya kapilaritas juga akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya ukuran tajuk. Semakin besar ukuran pohon maka semakin banyak sel yang membutuhkan air untuk proses hidupnya. Dengan adanya pertambahan umur maka ukuran tajuk menjadi semakin besar akibat semakin banyak proses fotosintesis yang terjadi. Pohon Jati memiliki pori tata lingkar dan perubahan diameter pori dan kayu awal menuju kayu akhir berjalan secara berangsur-angsur (Lemmens & Soerianegara, 1994), maka pengangkutan air akibat akibat daya kapilaritas pembuluh terkuat terjadi pada kayu akhir dan terlemah pada kayu awal. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor internal kayu, yaitu pembuluh pada kayu akhir memiliki diameter sel yang lebih kecil daripada diameter pembuluh pada kayu awal . Semakin kecil diameter pipa kapiler maka daya kapilaritas semakin besar. Selain itu factor eksternal kayu , yaitu untuk mencukupi kebutuhan air dari dalam tanah yang semakin menipis di musim kemarau maka pohon membutuhkan daya kapilaritas yang lebih besar dibandingkan saat musim penghujan.

Pengukuran ini hanya perhitungan jumlah kenaikan air yang dapat diserap oleh pohon Jati akibat adanya kapilaritas pembuluh jati. Dengan adanya daya kapilaritas yang besar mengakibatkan naiknya air dari akar sampai dengan seluruh tajuk yang memerlukan untuk proses fotosintesis sehingga berlangsung proses kehidupan secara terus menerus. Semakin bertambah umur pohon maka persentase kayu gubal cenderung berkurang tetapi jumlah air yang dapat terangkut akibat adanya kapilaritas pembuluh cenderung meningkat



CARA MERIAS SI CANTIK LOUHAN

Yohanes Kelik B.S., Heppy Atmaja, Beny Rahmanto


Perkembangan dunia ikan hias di Indonesia akhir-akhir ini bertambah marak, yaitu ditandai dengan kehadiran salah satu jenis ikan hibrida yang kita kenal dengan nama Lou han. Kenampakan fisiknya yang menarik seakan telah membius para penggemar ikan hias yang menyebabkan mereka berpaling kepada salah satu jenis ikan hibrida ini.

Keindahan fisik Lou han dipengaruhi dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi adalah faktor genetik, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhinya adalah air, akuarium, filter, heater, lampu dan pakan.

Sebenarnya keindahan fisik Lou han yang tampak dapat kita tingkatkan dengan memanipulasi faktor eksternalnya. Untuk mendapatkan performa Lou han yang maksimal ataupun hanya sekedar memanipulasi keindahan fisik dapat kita lakukan dengan modifikasi lingkungan hidupnya, pemberian alat tambahan, serta pemberian pakan sesuai dengan nutrisi yang dibutuhkan.

Manipulasi ataupun modifikasi untuk mendapatkan keindahan fisik Lou han telah dilakukan para penjual Lou han sejak kehadiran jenis ikan ini di Indonesia. Manipulasi dan modifikasi yang dilakukan para penjual Lou han tersebut bertujuan untuk meningkatkan daya jual Lou han yang dimiliki, serta untuk menaikkan harga Lou han di pasaran. Maka tidak aneh lagi bila kita jumpai kenyataan tingginya harga Lou han, karena penampilan Lou han di dalam akuarium yang sengaja dipamerkan terlihat indah dan memukau, walaupun manipulasi dan modifikasi yang dilakukan tersebut berdampak munculnya kekecewaan para pembeli Lou han karena ikan yang telah mereka beli tidak terlihat indah seperti pada saat dipamerkan.

Adapun modifikasi lingkungan yang dapat kita lakukan adalah dengan menyesuaikan keasaman dan kesadahan air dalam akuarium agar sesuai dengan air yang terdapat pada habitat aslinya. Kita juga bisa menggunakan alat tambahan seperti heater, filter, dan lampu. Salah satu bentuk manipulasi yang lain adalah dengan memberikan suplai makanan sesuai dengan kebutuhan nutrisi dan fase-fase kehidupannya. Pemberian suplemen tambahan yang bertujuan untuk memunculkan keindahan fisiknyapun diperlukan, seperti pakan untuk memunculkan warna merah di tubuhnya, pakan untuk memperbesar nonong di jidatnya, ataupun pakan yang bermanfaat untuk mempertegas warna mutiaranya.



BIO-FUNGISIDA BERBAHAN BAKU TEMBAKAU UNTUK SORTIMEN KAYU TUSAM (Pinus merkusii Junghn et De Vriese)

Andrian Fernandes, Jatu Primadi, Yohanes Kelik Bekti Subagyo,
Vendy Eko P., Tendi Wibowo R.


Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, UGM, Yogyakarta


Selama tahun 2002 terjadi defisit kebutuhan kayu untuk bahan baku industri sebesar 32,55 juta m3. Untuk menutupinya digunakan kayu dari hutan rakyat, misalnya kayu Tusam (Pinus merkusii Junghn et De Vriese). Tetapi kayu ini memiliki kelemahan, yaitu mudah terserang blue stain yang sebenarnya hanya menurunkan nilai estetika kayu karena warna permukaan atau bahkan bagian dalam kayu menjadi biru kehitaman yang tidak merata sehingga kayu tersebut tidak dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Serangan blue stain dapat dicegah menggunakan pengawet alami, contohnya menggunakan ekstrak daun tembakau.

Tembakau yang dikenal sebagai pestisida nabati untuk hama, dimungkinkan mengandung senyawa aktif yang dapat menghambat serangan blue stain untuk menggantikan berbagai bahan pengawet sintetis yang kurang ramah lingkungan. Tembakau mudah ditanam, dicari di pasaran dan tersedia dalam jumlah besar untuk skala industri. Penelitian bertujuan untuk memperoleh teknologi tepat guna yang mudah, murah, ramah lingkungan dan dapat dikerjakan oleh orang awam untuk mengawetkan sortimen kayu Tusam.

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 faktor perlakuan, antara lain variasi cara ekstraksi daun yaitu ekstraksi dengan menggunakan air dingin dan air panas, konsentrasi yaitu 0,5 ,1 dan 1,5 kg serbuk daun kering dalam 10 liter air dan cara pengawetan yaitu pelaburan dan perendaman. Masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan. Pengamatan dilakukan setelah 4 bulan terhadap serangan blue stain pada permukaan dan bagian dalam contoh uji yang berupa sortimen berukuran 5x5x50 cm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh uji yang tidak terserang blue stain pada permukaan dan bagian dalam sortimen terjadi pada empat macam perlakuan, yaitu perendaman dalam ekstraksi air dingin 0,5 kg serbuk daun tembakau kering, pelaburan menggunakan ekstraksi air panas 0,5 kg serbuk daun tembakau kering, pelaburan menggunakan ekstraksi air panas 1 kg serbuk daun tembakau kering dan perendaman dalam ekstraksi air panas 1,5 kg serbuk daun tembakau kering.

Kata Kunci : kayu Tusam, blue stain, tembakau, ekstraksi, sortimen.



ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN SUHU PENGAKTIFAN LIGNIN DAN TEKANAN PENGEMPAAN PANAS TEHADAP SIFAT BIO-MOLDED PRODUCT SEBAGAI PENGGANTI SYNTHETIC-MOLDED PRODUCT

BIDANG KEGIATAN : PKM Penelitian

oleh :
Yohanes Kelik Bekti Subagyo, Beny Rahmanto, Singgih Rudi Setiyanto, Henricus Bayu Dwiatmoko, Joko Sulistyo S. Hut.


Dalam industri pengolahan kayu, selalu dijumpai limbah yang jumlahnya relatif besar yatu 40 %-60 %. Pemanfaatan limbah bisa meningkatkan rendemen pemanfaatan kayu, menaikkan nilai kayu (terutama limbahnya), dan memenuhi kebutuhan manusia akan produk kayu yang bisa dipenuhi dengan produk turunan. Lignin merupakan perekat alami pada kayu yang dapat dibiodegradasikan oleh mikroorganisme dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan seperti halnya plastik dan perekat sintesis, misalnya urea formaldehida, fenol formaldehida dan perekat sintesis lainnya. Semakin tinggi suhu pengaktifan lignin dalam otoklaf yang diberikan pada lignin, maka lignin dapat teraktifasi dengan lebih sempurna. Namun, untuk memberikan suhu yang tinggi memerlukan energi yang besar pula. Semakin besar tekanan dalam pengempaan panas yang diberikan kepada produk bentukan akan menghasilkan kekuatan produk yang semakin baik. Namun, pemberian tekanan yang semakin besar akan memerlukan energi yang semakin besar pula. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan suhu pengaktifan lignin dan pengaruh perbedaan pemberian tekanan pengempaan panas terhadap sifat fisika dan mekanika produk bentukan, kemudian dipilih suhu pengaktifan lignin yang menghasilkan produk terbaik.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial dengan dua faktor, yaitu faktor variasi suhu pengaktifan lignin dalam otoklaf yang terdiri dari 3 aras yaitu suhu 150 0C, 170 0C dan 190 0C serta faktor variasi tekanan pada pengempaan panas yang terdiri dari 3 aras yaitu tekanan 20 Mpa, 25 Mpa dan 30 Mpa dengan ulangan yang dilakukan sebanyak tiga kali. Pengujian sifat fisika dan mekanika meliputi kadar air, kerapatan kering udara, pengembangan dan penyusutan, kekuatan lengkung statatik dan kekuatan tekan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara garis besar dinyatakan gagal. Produk bentukan mampu membentuk mat (cetakan) seperti pada cetakannya, namun pada saat produk bentukan tersebut dipindahkan dari cetakannya, produk bentukan tersebut langsung hancur. Modifikasi metode penelitian yang dilakukan adalah. Penghalusan serbuk hingga lolos saringan 45 mesh / tertahan 60 mesh dan lolos 60 mesh, modifikasi proses di otoklaf dengan menambah waktu masak di otoklaf hingga 150 menit, modifikasi proses di otoklaf dimana serbuk dan air dimasak dengan cara pengukusan, modifikasi proses pengempaan dengan mengurangi ketebalan produk, menambah waktu kempa hinngga 20 menit, dan menambah suhu kempa hingga 200 0C (menghasilkan produk bentukan dengan sifat yang sama dengan produk bentukan menggunakan metode awal (tidak mengalami perubahan)) serta rencana modifikasi cetakan dengan menambah lubang uap panas pada cetakan lengkap dengan alat pengatur tekanan uap panas yang keluar (beberapa bengkel bubut yang telah didatangi oleh tim peneliti tidak sanggup untuk membuat alat cetakan ini).

Faktor kagagalan dalam penelitian ini adalah jarak antara laboratorium pemasakan serbuk (dalam otoklaf) dengan laboratorium pengempaan cukup jauh, metode pemasakan yang salah dimana serbuk dimasak dengan cara direbus, dan proses pengaktivan lignin dan pembentukan produk yang dilakukan secara terpisah.



1 komentar:

RadifanStonehoof on 5 Februari 2022 pukul 20.06 mengatakan...

saya menjual kulit gemor dan tepung gemor.
PT. BBW Malang
cp : 085735645868 ( Fitrah )

 

JOHN KELIK Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts