Ds. Kedawung, RT : 12 / RW : 04, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah, Kode Pos : 57271, Hp: 085743269543, Email : mindcrosser_13@yahoo.co.id

Senin, 14 September 2009

SMKN 1 PETANG

SMK NEGERI 1 PETANG, BALI


LATAR BELAKANG


Era globalisasi ditandai oleh kemajuan pesat Iptek (Ilmu pengetahuan dan teknologi) yang saat ini telah merambah hampir pada semua aspek dan tatanan kehidupan manusia. Penguasaan dan keunggulan di bidang iptek oleh negara – negara maju yang telah berlangsung berabad – abad tidak terlepas dari tingginya investasi dan penghargaan pemerintah pada sektor pendidikan. Jepang dan Korea yang termasuk dalam negara industri maju menganggarkan sektor pendidikan rata – rata 32 % di tahun 70-an. Maka itu, kedua negara tersebut dijuluki Macan Asia yang merupakan pesaing kuat negara – negara industri maju. Indonesia telah berupaya mengalokasikan 30 % APBN untuk sektor pendidikan, namun hal tersebut masih bersifat normatif dan belum memberi pengaruh yang signifikan terhadap kemajuan dan keberhasilan dunia pendidikan di Indonesia. Bahkan, semenjak dilanda krisis yang berkepanjangan sejak tahun 1997 Index Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mengalami penurunan yang drastis berada pada pringkat 112 jauh dibawah malaysia dan Filipina. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pendidikan yang merupakan salah satu indikator penting yang berpengaruh terhadap IPM masih tertinggal.

Kondisi yang tidak jauh berbeda dialami oleh Kabupaten Badung, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Badung berada pada urutan 3 di Bali atau pada urutan 67 secara nasional. Sedangkan kondisi pendidikan secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut: wajib belajar 9 tahun baru tercapai 8, 9 %, dan Angka Partisipasi Murni (APM) SD 97,98 %, SMP 83,71 %, dan SMA / SMK 68,88 %. Berangkat dari kondisi tersebut Bupati dan Wakil Bupati yang baru terpilih (A.A. Gde Agung – Ketut Sudikerta) pada program awal masa bakti memberi prioritas pada pembenahan sektor pendidikan, meliputi :
1. Menuntaskan wajib belajar 9 tahun dan membantu subsidi untuk Biaya Operasional Sekolah (BOS) tingkat SLTP sebesar Rp. 2,31 milyar lebih.
2. Mendirikan sekolah SMK Negeri Petang dengan program keahlian Agrobisnis dan Agrowisata (Agrobis Tourism) di Kecamatan Petang yang termasuk wilayah Badung Utara.
3. Pendirian SMK Negeri wilayah tersebut selain telah menjadi visi dan misi Bupati terpilih juga sebagai upaya menggali dan mengembangkan berbagai potensi yang selama ini belum tergarap secara maksimal, meliputi :
a. Wilayah Badung utara merupakan wilayah konservasi dan perkebunan tanaman pangan yang potensial sehingga tepat dikembangkan untuk pengembangan Agrobisnis dan Agrowisata. Untuk mendukung hal tersebut maka selain pemerintah secara bertahap berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas imprastruktur di Badung Utara. Maka dengan pendirian SMK diharapkan kedepan dapat dihasilkan SDM yang berkualitas, menguasai teknologi dan memiliki kemampuan / skill di bidang Agribisnis dan Agrowisata.
b. Wilayah Badung Tengah dan Utara merupakan daerah yang memiliki beban produk miskin terbesar, mencapi 2.235 jiwa ( Pra KS dan KS1). Angka ini terus bertambah sebagai akibat sulitnya lapangan kerja dan meningkatnya pengangguran, untuk tahun 2004 pengangguran meningkat mencapai 21.021 orang. Hal ini lebih diperparah lagi dengan stagnan sektor pariwisata setelah pasca bom Kuta dan Jimbaran. Dengan dibukanya SMK yang akan dimulai untuk tahun ajaran 2006 ini, diharapkan dapat diciptakan kualitas tenaga kerja terampil yang dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja. Dengan demikian terjadinya peningkatan pengangguran yang merupakan beban sosial dapat dikurangi.
c. Berdasarkan data Diknas 2004 pendidikan belum merata dinikmati oleh masyarakat Badung dan relatif kecil masyarakat Badung yang mengikuti pendidikan tinggi dan keahlian khusus. Mereka yang menamatkan pendidikan tinggi hanya 4,98 %. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa anak – anak usia sekolah yang menamatkan pendidikan di SLTP maupun SLTA lebih tertarik untuk melanjutkan pendidikan pada sekolah kejuruan yang memberikan ketrampilan / keahlian khusus.
d. Pendirian SMK dengan program keahlian Agrobisnis dan Agrowisata memperoleh dukungan yang luas dari kalangan dunia usaha dan juga sektor pariwisata. Mengingat lulusan yang dihasilkan dengan memiliki keahlian atau skill di bidang Agrobisnis dan Agrowisata sangat dibutuhkan oleh kedua dunia usaha tersebut. Seperti halnya kebutuhan akan tenaga Gardener untuk hotel – hotel berbintang masih sangat terbuka luas bagi lulusan SMK Negeri 1 Petang.

Untuk Provinsi Bali khususnya Kabupaten Badung sampai saat ini belum ada sekolah kejuruan yang secara khusus mengembangkan program keahlian Agrobisnis dan Agrowisata. Hal ini pula merupakan salah satu alasan untuk pendirian SMK tersebut yang secara geografis sangat menguntungkan bagi wilayah badung utara. Untuk menjadikan daerah tersebut sebagai pusat perkembangan Agrobisnis dan Agrowisata dan menjadikan Badung Tengah sebagai perantara pemasaran komoditi unggulan porduk – produk perkebunan dan pertanian bagi Badung Selatan yang merupakan destinasi pariwisata.


VISI DAN MISI

1. VISI

Terwujudnya mutu pendidikan berbasis teknologi, tersedianya tenaga terampil di bidang Pertanian berkaitan dengan pembangunan Pariwisata berkelanjutan.

2. MISI

a. Mewujudkan sekolah bermutu berbasis teknologi, dalam suasana aman, tertib dan tentram.
b. Menyediakan sarana Pendidikan yang memadai dalam menyiapkan anak didik untuk menguasai Teknik Agro Wisata.
c. Menyediakan Guru yang Cukup dan berkualitas dalam menggerakan proses belajar mengajar.
d. Menjalin hubungan kerjasama yang harmonis antara sekolah, Dunia Usaha/ Dunia Industri, masyarakat dan pemerintah.
e. Menyediakan alokasi dana yang memadai dalam pengembangan mutu Pendidikan dan out put maupun out-come pendidikan.
f. Mewujudkan mutu lulusan untuk mendukung kebutuhan tenaga terampil dibidang Agro Bisnis dan Agro Wisata.
g. Melaksanakan manajemen berbasis kompetensi, pemantauan dan pengendalian.


TUJUAN DAN SASARAN

1. TUJUAN

a. Memberi pemahaman tentang konsep pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pendekatan pendidikan berbasis kompetensi.
b. Tersedianya laboratorium dan workshop serta sarana Pendidikan lainnya yang memadai dalam menyiapkan anak didik untuk menguasai Teknik Agro Bisnis dan Agro Wisata.
c. Tersedianya Guru yang cukup dan berkualitas dalam menggerakkan proses belajar mengajar.
d. Terjalinnya hubungan kerja yang harmonis antara sekolah, Dunia Usaha/ Dunia Industri, masyarakat dan pemerintah.
e. Tersedianya alokasi dana yang cukup dan memadai dalam pengembangan mutu pendidikan dan out-put maupun out-come pendidikan.
f. Terwujudnya mutu lulusan yang terampil sesuai kebutuhan pasar kerja.
g. Terlaksananya manajemen berbasis kompetensi, pemantauan dan pengendalian.

2. SASARAN

a. Masyarakat Kabupaten Badung, khususnya wilayah Badung Utara dan Badung Tengah, yang berminat meningkatkan keterampilan penyerapan dan pemanfaatan teknologi pertanian sebagai bekal hidup dalam berkompetisi di pasar kerja dan pasar global.
b. Efektifitas penyerapan dan penyediaan tenaga trampil di bidang pertanian dalam memasuki era teknologi.


PROGRAM KEAHLIAN

Sesuai dengan visi dan misi Bapak Bupati Badung maka SMK Negeri 1 Petang membuka 2 program keahlian, yaitu Agrobisnis dan Agrowisata.

Berdasarkan petunjuk dari Bidang Pendidikan, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali, hasil kajian dari guru-guru produktif bersama Bidang Kurikulum SMK Negeri 1 Petang tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan mengacu pada surat dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali Nomor: 421.5/9528/Disdikpora, tertanggal 3 Desember 2008, tentang Kode Ujian Nasional SMK (4 mata uji), maka program keahlian yang dikembangkan di SMK Negeri 1 Petang (Agrobisnis dan Agrowisata) dirubah ke program keahlian terdekat sesuai dengan Daftar Kode Program Keahlian di SMK tahun Pelajaran 2008/2009 dari Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Ditjen Mandikdasmen Depdiknas, yaitu menjadi Program Keahlian Budidaya Tanaman Sayuran dengan kode F-125. Perubahan ini dilakukan untuk memperlancar pelaksanaan Ujian Nasional SMK (4 mata uji, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan Kompetensi Keahlian yang meliputi Teori Kejuruan dan Praktik Kujuruan.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Nomor: 251/C/KEP/MN/2008 tertanggal 22 Agustus 2008 tentang Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan menetapkan bahwa untuk peserta didik angkatan 2008/2009 (kelas X pada tahun pelajaran 2008/2009) dan 2009/2010 (penerimaan peserta didik yang akan datang/ kelas X pada tahun pelajaran 2009/2010) SMK Negeri 1 Petang termasuk dalam spektrum Bidang Studi Keahlian Agribisnis dan Agroteknologi, Program Studi Keahlian Agribisnis Produksi Tanaman, Kompetensi Keahlian Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura, dengan Kode 104.


SISTEM PENDIDIKAN

1. Proses pendidikan yang diterapkan di SMK Negeri Petang menerapkan kurikulum dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (Competency Base Training)dan Pembelajaran Berbasis Produk/Hasil (Product Base Training).
2. Orientasi Pengembangan keterampilan, ditekankan kepada peningkatan ketrampilan di bisang teknologi pertanian.


FASILITAS

Pelaksanaan proses belajar mengajar pada tahun pelajaran 2007/2008 telah mengunakan gedung baru yang terdiri dari 4 unit ruang kelas, dengan dukungan tempat praktik oleh PT. Bagus Agro Pelaga. Untuk mendukung peningkatan mutu lulusan, nantinya secara bertahap akan dipenuhi dari tahun ke tahun fasilitas pendidikan dan pelatihan yang representatif dilengkapi dengan perpustakaan yang memadai dan lahan praktik yang standar untuk mengimplementasikan keahlian yang dimiliki oleh siswa.
Pada tahun 2006 ini SMK Negeri 1 Petang telah mendapatkan bantuan Dana Imbal Swadaya dari Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan Nasional yang digunakan untuk membangun ruang teori sebanyak 4 lokal, dan mulai tahun anggaran 2007 pembangunan dilanjutkan sesuai dengan blok plan gedung SMK Negeri 1 Petang dengan menggunakan dana dari Pusat dan Pemerintah Daerah dengan 4 unit gedung baru yaitu : Lab Sekolah, Lab Pengolahan, Lab Pembibitan dan Pengolahan Kompos. Dan Mulai tahun anggaran 2008 pembangunan akan dilanjutkan sesuai dengan blok plan Gedung SMKN 1 Petang, dengan menggunakan dana dari Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pada bulan April 2009 SMK Negeri 1 Petang telah memiliki fasilitas internet yang dapat digunakan oleh siswa, guru dan pegawai dalam menunjang kegiatan belajar mengajar dan mengembangkan kemampuan dalam mengikuti perkembangan informasi dan teknologi. Seluruh kegiatan operasional internet ini menggunakan dana dari Pemerintah Daerah.


KERJASAMA INDUSTRI

Dalam proses pendirian, pendidikan, dan pelatihan serta
penyaluran lulusan SMK Negeri 1 Petang telah mendapat dukungan dari berbagai pihak, baik dari dunia usaha/industri yang mempunyai kualifikasi Nasional dan Internasinal maupun instansi yang terkait dengan program keahlian yang dikembangkan di SMK Negeri 1 Petang. Beberapa dukungan tersebut telah dituangkan dalam bentuk naskah kerja sama (MOU). Dukungan yang dimaksud di antaranya berasal dari:
 Fakultas Teknologi Pertanian Unud
 Fakultas Pasca Sarjana Agribisnis Unud
 Politeknik Negeri Bali
 STP Negeri Nusa Dua Bali
 Bali Tourism Board Bali
 PT. Bagus Agro Pelaga
 UD. Tunjung Sari
 UD. Sumber Karya
 Brahmacarya (Alumnus IPB Bogor)
 Moena Fresh
 Pusat Pembibitan Perhutanan dan Perkebunan Kab. Badung
 Yayasan Wisnu Jaringan Ekowisata Desa
 Flora Bali
 PD Unit Perkebunan Sayur Mayur
 Kebun Raya Bedugul
 Mahajaya Agrowisata
 Strowbery Stop
 Bali Orchid Garden
 Arik Jaya
 Cahaya Sari
 Sari Mas Ayu
 Taman Rampai sari
 Tanjung Sari
 Flamboyan Indah
 UD. Atsiri Bali Oil
 Enjung Beji Resort
 UD. Sila Arta
 Ud. Adnyana Putra
 Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali


KEGIATAN KESISWAAN

Selain di bidang akademik dan keterampilan formal, siswa SMK Negeri 1 Petang juga dibekali dengan beberapa kegiatan ekstra kulikuler yang berorientasi pada hobi dan kebudayaan daerah adapun kegiatan kesiswaan yang dimaksud di antaranya :
a. Program kegiatan kesiswaan diorientasikan untuk mendukung pembentukan sikap dan kepribadian siswa dalam mengem- bangkan potensi profesional secara organisatoris dan manajerial sehingga akan menghasilkan lulusan yang mempunyai sikap kemandirian serta motivasi kerja yang tinggi dengan membuka program ekstra Tataboga, dan Tatagraha, serta beberapa kegiatan bidang pertanian.
b. Materi kegiatan kesiswaan yang meliputi kegiatan akademis, kepramukaan, ketahanan sekolah.
c. Untuk mengembangkan budaya daerah khususnya budaya daerah Bali maka siswa dibekali pengetahuan dengan mengikuti beberapa kegiatan, diantaranya Majejaitan, Pesantian, Tari dan Tabuh.
d. Kesehatan jasmani merupakan salah satu faktor keberhasilan siswa dalam menimba ilmu. Untuk itu SMK Negeri 1 Petang, mengadakan kegiatan extrakulikuler olah raga diantaranya Sepakbola, Tenis Meja, Bola Volli, dan Atletik.
Continue reading...

Jumat, 07 Agustus 2009

SKRIPSI

PENGARUH KOMPOSISI SERBUK KULIT KAYU GEMOR DAN JUMLAH PEREKAT UREA FORMALDEHYDE TERHADAP SIFAT PRODUK BENTUKAN (Molded Product) KAYU JATI


INTISARI

Oleh :

1) Yohanes Kelik Bekti Subagyo dan 2) T. A. Prayitn0


Tingkat efisiensi pemanfaatan kayu mulai dari proses pemanenan ke industri pengolahan kayu masih relatif rendah, ditandai dengan rendemen yang rendah serta menghasilkan limbah yang besar. Serbuk gergaji merupakan salah satu limbah dari industri penggergajian kayu yang jumlahnya cukup banyak. Limbah serbuk gergaji tersebut bisa dimanfaatkan untuk membuat berbagai produk turunan, terutama produk bentukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh interaksi faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor dan jumlah perekat Urea Formaldehyde terhadap sifat fisika dan keteguhan rekat (internal bonding) produk bentukan (Molded Product) kayu jati (Tectona Grandis).

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan percobaan faktorial dengan dua faktor, yaitu faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor yang terdiri dari 4 aras yaitu komposisi serbuk kulit kayu gemor 0%, 10%, 25% dan 50% serta faktor jumlah perekat Urea Formaldehyde (UF) yang terdiri dari 3 aras yaitu jumlah perekat UF sebanyak 5%, 7,5% dan 10%. Hasil analisis varians yang memberikan perbedaan nyata diuji lanjut dengan Metode Tukey HSD. Pengujian sifat produk bentukan kayu jati meliputi kadar air, kerapatan, penyerapan air, pengembangan tebal serta keteguhan rekat (internal bonding). Pembuatan contoh uji dan pengujian mengikuti standar ASTM D 5524-93.

Penelitian ini menghasilkan nilai rata-rata kadar air sebesar 9,839%, kerapatan sebesar 0,983 g/cm3, penyerapan air sebesar 39,498%, pengembangan tebal sebesar 16,804%, dan ketegauhan rekat (internal bonding) sebesar 4,341 kg/cm2. Interaksi faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor dan jumlah perekat UF berpengaruh sangat nyata terhadap nilai penyerapan air dan keteguhan rekat (internal bonding). Nilai rata-rata penyerapan air terendah sebesar 29,187% pada taraf interaksi komposisi serbuk kulit kayu gemor 0% dan jumlah perekat UF 7,5%, sedangkan nilai rata-rata keteguhan rekat tertinggi sebesar 8,348 kg/cm2 pada taraf interaksi komposisi serbuk kulit kayu gemor 50% dan jumlah perekat UF 5%.

Kata kunci : Produk bentukan, kayu jati, kulit kayu gemor, perekat Urea Formaldehyde.

1 Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
2 Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada



PENDAHULUAN

Setiap industri pengolahan kayu menghasilkan limbah berupa sisa-sisa kayu yang tidak dapat digunakan untuk membuat produk utama. Kollman et al. (1975 : 313) menyatakan pabrik yang mengetam kayu menghasilkan 10% limbah kayu, tetapi bahannya berasal dari penggergajian yang menghasilkan 30% limbah kayu. Menurut Kasmudjo dan Chumaedi (1986 : 1), dalam industri pengolahan kayu selalu dijumpai limbah yang jumlahnya relatif besar yaitu 40-60%, limbah ini dapat berupa potongan log, serbuk amplas, potongan kayu gergajian, potongan venir kayu, potongan pinggir plywood dan masih banyak lagi lainnya.

Serbuk gergaji merupakan salah satu limbah dari industri penggergajian kayu yang jumlahnya cukup banyak. Menurut Rachman dan Karnasudirdja (1982 : 1) besar limbah serbuk gergaji yang berasal dari industri penggergajian adalah 15 %, yang terdiri dari 2,5 % serbuk dari unit utama, 13 % serbuk dari unit kedua, dan 0,1 % dari unit Trimmer. Menurut Prawirohatmodjo (1995 : 22) apabila limbah dimanfaatkan akan diperoleh produk-produk dengan nilai tinggi meskipun dibuat dari bahan bernilai rendah disamping adanya penghematan biaya bahan baku.

Tingkat efisiensi pemanfaatan kayu mulai dari proses pemanenan ke industri pengolahan kayu masih relatif rendah, ditandai dengan rendemen yang rendah serta menghasilkan limbah yang besar. Purwanto (1994) dalam Setyawati (2003 : 2) menyatakan besarnya jumlah limbah kayu berasal dari komposisi limbah pada kegiatan pemanenan dan industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut :
1. Pada pemanenan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai 66,16 %.
2. Pada industri penggergajian, limbah kayu meliputi serbuk gergaji 10,6 %, Sebetan 25,9 % dan potongan 14,3 %, dengan total limbah sebesar 50,8 % dari jumlah bahan baku yang digunakan.
3. Limbah pada industri kayu lapis meliputi limbah potongan 5,6 %, serbuk gergaji 0,7 %, sampah venir basah 24,8 %, sampah vinir kering 12,6 % sisa kupasan 11 % dan potongan tepi kayu lapis 6,3 %. Total limbah kayu lapis ini sebesar 61 % dari jumlah bahan baku yang digunakan.

Semua bahan-bahan limbah diatas bisa dimanfaatkan untuk membuat berbagai produk turunan, terutama produk bentukan. Pemanfaatan limbah ini mungkin tidak bisa secara langsung mengurangi jumlah pohon yang dibutuhkan dan ditebang di hutan, tetapi paling tidak bisa meningkatkan rendemen pemanfaatan kayu, menaikkan nilai kayu (terutama limbahnya), dan memenuhi kebutuhan manusia akan produk kayu yang bisa dipenuhi dengan produk turunan.

Limbah kayu yang bisa digunakan untuk pembuatan produk turunan yang ukurannya relatif kecil, jumlahnya relatif banyak dan bisa menampung dari beberapa tingkat proses kayu diatasnya adalah serbuk kayu. Prayitno (1995 : 32) menyebutkan bahwa serbuk kayu adalah partikel kecil yang sangat lembut yang dihasilkan dari kayu yang dikecilkan dengan ball mill atau alat sejenis sampai menyerupai serbuk gandum, biasannya lolos kehalusan 40 mesh. Serbuk kayu digunakan secara luas pada pembuatan linoleum, bom nitro gliserin, pembuatan kertas, kardus, dan bermacam-macam produk plastik serta produk bentukan lainnya. Bahan yang digunakan untuk pembuatan produk bentukan berupa serbuk kayu karena kelimpahannya yang relatif dan lebih fleksibel penggunaannya.

Produk turunan yang dipilih dalam penelitian ini adalah produk bentukan. Maloney (1977 : 108) menyebutkan bahwa produk bentukan merupakan produk campuran serbuk kayu dan lebih dari 25 % perekat yang dapat terdiri dari bermacam-macam bentuk. Dipilih produk bentukan karena produk bentukan memiliki bentuk permukaan datar tiga dimensi dan memiliki bentuk luar yang berbeda pada bagian depan dan belakangnya. Produk bentukan mempunyai variasi bentuk dari hampir datar sampai bentuk gambar yang agak rumit dan cekung karena dilakukan dengan membentuk bahan (serbuk kayu dan perekat) pada cetakan kemudian diberi tekanan.

Kayu jati (Tectona sp.) termasuk dalam famili Verbenaceae yang mempunyai berat jenis berkisar antara 0,62-0,75 dengan berat jenis rata-ratanya 0,67. Kayu jati termasuk dalam kelas awet II dan kelas kuat II. Kayu jati (Tectona sp.) dapat digolongkan ke dalam kayu mewah, mempunyai corak dekoratif yang indah dan mempunyai sifat pengerjaan yang relatif mudah. Kayu jati dapat di bentuk menjadi berbagai barang seperti mebel, perkakas, maupun konstruksi. Daerah penyebaran jati ini antara lain di seluruh Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Lampung (Martawijaya et al., 1981 : 42). Oleh karena memiliki sifat-sifat yang baik dan kenampakan yang bagus, kayu jati tetap menjadi permintaan masyarakat yang utama dan banyak digunakan untuk berbagai keperluan dibandingkan dengan kayu yang lain, terutama untuk kayu konstruksi, sehingga banyak ditemukan tempat-tempat penggergajian kayu jati yang menghasilkan limbah yang tidak sedikit jumlahnya.
Dengan ditemukannya banyak limbah kayu jati yang tidak terpakai, maka sangat baik jika limbah tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk bentukan. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk bentukan, mengurangi jumlah limbah kayu jati di industri hulu, dan menambah nilai guna limbah kayu jati yang sudah tidak dapat dimanfaatkan sehingga dapat menaikkan pendapatan.

Gemor (Alsodophane sp.) atau gembor dikenal sebagai pohon tebang 45. Artinya, sekali ditebang, di sekeliling tonggak bekas pohon akan bermunculan anakan-anakan pohon yang jumlahnya empat, lima, bahkan lebih. Pohon ini masih merupakan tanaman hutan, belum dibudidayakan. Di era tahun 90-an banyak kulit gemor yang berasal dari kayu tua dengan diameter sekitar 50 cm. Namun, saat ini pohon gemor usia tiga tahun berdiameter 20 cm pun sudah diambil kulitnya.

Kulit gemor yang telah dikelupas atau disayat kemudian dijemur. Pengeringan kulit gemor hanya butuh waktu sekitar dua hari apabila panas terik. Kulit kayu gemor ketika dikeringkan akan menyusut hingga sekitar 40 persen Anehnya, meski kulit kayu telah dijemur hingga kering, kalau dimasukkan ke dalam air atau saling digesekkan, kulit kayu itu kembali mengeluarkan getah yang lengket (Saptowalyono, 2007 : 1). Kulit kayu gemor dapat dijadikan bahan baku obat nyamuk, dupa hio, dan lem.

Kegiatan mencari kulit kayu gemor telah lama dilakukan penduduk di Kalteng, makin marak setelah adanya larangan ”kerja kayu” (istilah setempat untuk menyebut aktivitas penebangan hutan) (Saptowalyono, 2007 : 1). Data Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Provinsi Kalteng menunjukkan, tahun 2002 produksi hasil hutan ikutan berupa kulit kayu gemor tercatat 39,12 ton dan menurun menjadi hanya 4,44 ton di tahun 2003. Bahkan, data terakhir tahun 2004 tak tercatat produksi komoditas ini meskipun di lapangan bisnis kulit kayu gemor terus menggeliat (Saptowalyono, 2007 : 1).

Penelitian ini menggunakan perekat Urea Formaldehyde (UF). Maloney (1977 : 166) menyebutkan bahwa keuntungan jenis perekat ini antara lain harganya murah, mudah penanganannya, proses pematangan cepat dan tidak meninggalkan bekas-bekas warna pada papan yang dihasilkan. Jumlah perekat, jika ditambah dengan batas teretentu (sekitar 6-10%) akan meningkatkan sifat mekanika (Tsoumis 1991 : 378). Perekat UF termasuk perekat matang panas atau thermosetting yang berarti akan mengeras dan matang setelah dikenai panas dan atau tekanan berikutnya. Perekat UF juga merupakan perekat yang sering digunakan dan cocok untuk penggunaan interior. Menurut Kollman et al. (1975 : 25), bahwa semakin banyak perekat yang dilaburkan sampai batas tertentu, akan semakin tinggi pula kekuatan kayu lapis yang dihasilkan, namun pemakaian perekat yang terlalu banyak tidak dianjurkan dengan pertimbangan faktor ekonomi.



BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk kayu jati (Tectona sp.), serbuk kulit kayu gemor (Alsodophane sp.), perekat Urea Formaldehyde (UF) tipe UA 125 (resin padat 50%) dan, hardener NH4Cl (amonium klorida). Ukuran serbuk kayu jati dan serbuk kulit kayu gemor masing-masing adalah lolos saringan 100 mesh, yang diperoleh dari pabrik obat nyamuk bakar Fumakilla, Tangerang, Jawa Barat. Sedangkan perekat UF diperoleh dari PT. Pamolite Adhesive Industri, Probolinggo.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial. Faktor pertama adalah faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor terdiri dari komposisi serbuk kulit kayu gemor 0%, 10%, 25% dan 50%. Faktor kedua adalah faktor jumlah perekat Urea Formaldehyde (UF) terdiri dari jumlah Perekat UF sebanyak 5%, 7,5% dan 10%. Dari kedua faktor tersebut di atas akan diperoleh dua belas kombinasi perlakuan dengan ulangan yang dilakukan sebanyak tiga kali. Adapun parameter produk bentukan yang diuji meliputi kadar air, kerapatan, penyerapan air, pengembangan tebal, dan uji keteguhan rekat (internal bonding).

Pembuatan produk bentukan dilakukan dengan terlebih dahulu menimbang serbuk kayu jati dan serbuk kulit kayu gemor dengan dasar pertimbangan ukuran cetakan, kerapatan serbuk kayu jati dan serbuk kulit kayu gemor, kadar air serbuk kayu jati dan serbuk kulit kayu gemor, tebal produk bentukan yang akan dihasilkan, dan kerapatan produk bentukan yang akan dihasilkan.

Rumus untuk menghitung kadar air (KA) serbuk kayu jati :

Kadar air (KA) = (Berat basah – Berat kering tanur) : Berat kering tanur x 100 %

Rumus untuk menghitung kerapatan serbuk kayu jati :

Kerapatan = Berat basah (Bb) : {{Kadar air (Ka) / 100} + 1} x Volume

Rumus untuk menghitung berat serbuk kayu jati yang dibutuhkan untuk membuat 1 buah produk bentukan :

Vol (cm3) = 1/4 x л x (diameter)2 x tebal (3 mm)

Bkt (g) = Kerapatan produk bentukan (0,8) x volume x (100% - %variasi) x (1/kerapatan serbuk kayu jati)

Bb (g) = Bkt x {{Kadar air (Ka) / 100} + 1}

Keterangan :
Bkt : Berat kering tanur dari serbuk kayu jati yang dibutuhkan untuk membuat 1 buah produk bentukan.
Bb : Berat basah dari serbuk kayu jati yang dibutuhkan untuk membuat 1 buah produk bentukan.

Rumus untuk menghitung kadar air (KA) serbuk kulit kayu gemor :

Kadar air (KA) = (Berat basah – Berat kering tanur) : Berat kering tanur x 100 %

Rumus untuk menghitung kerapatan serbuk kulit kayu gemor :

Kerapatan = Berat basah (Bb) : {{Kadar air (Ka) / 100} + 1} x Volume

Rumus untuk menghitung berat serbuk kulit kayu gemor yang dibutuhkan untuk membuat 1 buah produk bentukan :

Vol (cm3) = 1/4 x л x (diameter)2 x tebal (3 mm)

Bkt (g) = Kerapatan produk bentukan (0,8) x volume x (...% variasi) x (1/kerapatan serbuk kulit kayu gemor)

Bb (g) = Bkt x {{Kadar air / 100} + 1}

Keterangan :
Bkt : Berat kering tanur dari serbuk kulit kayu gemor yang dibutuhkan untuk membuat 1 buah produk bentukan.
Bb : Berat basah dari serbuk kulit kayu gemor yang dibutuhkan untuk membuat 1 buah produk bentukan.

Perekat UF dihitung atas dasar pertimbangan variasi komposisi penambahan perekat UF, yaitu sebesar 5 %, 7,5 %, dan 10 % dari berat kering tanur total serbuk yang dibutuhkan untuk membuat satu buah produk bentukan. Serbuk kayu jati, serbuk kulit kayu gemor, dan perekat UF yang telah dihitung kebutuhannya masing-masing kemudian dicampur menjadi satu dan di aduk hingga merata. Setelah proses pencampuran dilakukan, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan untuk membentuk contoh uji dan dilakukan pengempaan awal. Pengempaan panas dilakukan pada suhu 120 0C, tekanan 10000 pound selama 10 menit. Hasil pengempaan kemudian dikondisikan selama 14 hari pada suhu kamar untuk menyeragamkan kadar air dan melepaskan tegangan sisa akibat pengempaan panas. Pembuatan contoh uji dilakukan berdasarkan standar ASTM D 5524-93 (Anonim 1993, hal. 413), dimana cetakan berbentuk disk dengan diameter 55 mm. Oleh karena ukuran contoh uji yang kecil, maka 3 ulangan untuk tiap kombinasi faktor masing-masing di buat 3 contoh uji, yang terdiri 1 contoh uji untuk uji keteguhan rekat (internal bonding), 1 contoh uji untuk pengukuran kadar air dan kerapatan, dan 1 contoh uji untuk penyerapan air dan pengembangan tebal. Produk bentukan dibuat 108 contoh uji, yang terdiri 4 faktor keragaman komposisi penambahan serbuk kulit kayu gemor (Alsodophane sp) dan 3 faktor keragaman jumlah perekat Urea Formaldehyde yang digunakan, masing-masing dibuat 3 ulangan.
1. Contoh uji keteguhan rekat (internal bonding) (40 x 20 mm)
2. Contoh uji kadar air dan kerapatan (20 x 20 mm)
3. Contoh uji penyerapan air dan pengembangan tebal (40 x 40 mm)
Pengujian sifat fisika produk bentukan ini terdiri dari pengujian kadar air, kerapatan, penyerapan air, pengembangan tebal, kekuatan tekan dan keteguhan rekat (Internal Bonding).



HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian nilai kadar air menunjukkan bahwa penambahan jumlah perekat UF berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air produk bentukan kayu jati (Tectona sp.). Makin banyak jumlah perekat UF yang diberikan, nilai kadar air cenderung meningkat. Hal ini diduga karena pemakaian jenis perekat UF, dimana jenis perekat ini menggunakan air sebagai pelarutnya dan untuk melakukan proses pengerasan jenis perekat ini akan melepaskan air melalui proses pembasahan terutama disekitar garis perekat. Hal ini sesuai dengan pendapat Haygreen dan Bowyer (1996 : 546), bahwa adanya peningkatan kadar air akibat kenaikan jumlah perekat disebabkan perekat Urea Formaldehida menggunakan air sebagai pelarut, sehingga penambahan jumlah perekat juga berarti penambahan jumlah air pada suatu produk perekatan. Bahan yang direkat setelah proses perekatan, terutama disekitar garis perekat akan menyerap air bahan perekat dan dapat menyebabkan pengembangan (swelling), sehingga semakin banyak jumlah perekat semakin banyak kadar airnya (Anonim, 1989 : 9).

Hasil pengujian nilai kerapatan menunjukan bahwa faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor, faktor jumlah perekat UF serta interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan produk bentukan. Hal ini terjadi karena faktor-faktor yang digunakan tidak memberikan kontribusi terhadap kerapatan produk bentukan dan dapat dikatakan bahwa kerapatan produk bentukan yang dihasilkan relatif seragam.

Hasil pengujian nilai penyerapan air menunjukan bahwa faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor, faktor jumlah perekat UF serta interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh sangat nyata terhadap penyerapan air produk bentukan, dimana terjadi penurunan nilai penyerapan air seiring dengan semakin sedikit komposisi serbuk kulit kayu gemor dan semakin banyak penambahan jumlah perekat UF. Pada faktor komposisi jumlah serbuk kulit kayu gemor, rata-rata nilai penyerapan air mengalami kenaikan, kenaikan nilai penyerapan air disebabkan karena serbuk kulit kayu gemor yang digunakan sebagai bahan baku produk bentukan mengandung tanin dengan kadar sebesar 1,66 % dan karbohidrat dengan kadar sebesar 39,30 Kal/g (Zulnely dan Martono, 2003: 15), dimana kedua komponen ini yang membuat kulit kayu gemor yang telah dijemur hingga kering, kalau dimasukkan ke dalam air atau saling digesekkan, kulit kayu itu kembali mengeluarkan getah yang lengket (Saptowalyono, 2007 : 1), sehingga serbuk kulit kayu gemor ini akan mengikat air dalam jumlah yang cukup banyak jika direndam dalm air. Tanin merupakan bagian dari ekstraktif, dimana ekstraktif didefinisikan sebagai senyawa-senyawa kimia dalam kayu yang dapat larut dalam pelarut-pelarut netral seperti air, alkohol, benzene dan pelarut lainnya (Prawirohatmojo, 1997 : 91). Semakin banyak serbuk kulit kayu gemor yang ditambahkan dalam pembuatan produk bentukan maka akan menaikkan penyerapan air produk bentukan. Pada faktor jumlah perekat UF, rata-rata nilai penyerapan air mengalami penurunan. Penurunan nilai penyerapan air ini diduga karena pemakaian jumlah perekat yang besar dan ketepatan pemberian perekat UF yang merupakan perekat sintetis sehingga menyebabkan perekat menghambat atau menyumbat dinding sel sehingga air yang akan masuk terhalangi oleh adanya perekat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Haygreen dan Bowyer (1996 : 255) yang menyatakan bahwa unsur-unsur kayu dalam suatu produk hanya diikat lebih kuat apabila banyak resin yang digunakan, tetapi sejumlah resin mungkin meresap ke dalam dinding sel dan menyumbatnya sampai suatu derajat tertentu. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Patterson dan Snodgrass (1959 : 333) yang menyebutkan bahwa penyerapan air pada produk bentukan semakin menurun seiring peningkatan kandungan perekat.

Hasil pengujian nilai pengembangan tebal menunjukan bahwa faktor jumlah perekat UF berpengaruh sangat nyata terhadap pengembangan tebal produk bentukann, dimana terjadi penurunan nilai pengembangan tebal seiring dengan semakin banyak penambahan jumlah perekat UF. Hal ini sesuai dengan penelitian Sulistyo (2002 : 36) yang menyebutkan bahwa jumlah perekat akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengembangan tebal. Pada faktor penambahan jumlah perekat UF, rata-rata nilai pengembangan tebal mengalami penurunan, penurunan nilai pengembangan tebal ini diduga karena pemakaian jumlah perekat yang besar dan ketepatan pemberian perekat UF yang merupakan perekat sintetis sehingga menyebabkan perekat menghambat atau menyumbat dinding sel sehingga air yang akan masuk terhalangi oleh adanya perekat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Haygreen dan Bowyer (1996 : 255) yang menyatakan bahwa unsur-unsur kayu dalam suatu produk hanya diikat lebih kuat apabila banyak resin yang digunakan, tetapi sejumlah resin mungkin meresap ke dalam dinding sel dan menyumbatnya sampai suatu derajat tertentu. Haygreen dan Bowyer (1996 : 563) juga mengemukakan bahwa semakin banyak jumlah perekat yang digunakan dalam suatu papan, maka semakin kuat dan semakin stabil dimensi papannya.

Hasil pengujian nilai keteguhan rekat (internal bonding) menunjukan bahwa faktor penambahan serbuk kulit kayu gemor, penambahan jumlah perekat UF serta interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh sangat nyata terhadap keteguhan rekat produk bentukan, dimana terjadi peningkatan nilai ketegugan rekat (internal bonding) seiring dengan semakin banyak komposisi serbuk kulit kayu gemor dan semakin banyak penambahan jumlah perekat UF.

Pada faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor, rata-rata nilai keteguhan rekat mengalami kenaikan, kenaikan nilai keteguhan rekat disebabkan karena serbuk kulit kayu gemor yang digunakan sebagai bahan baku produk bentukan mengandung tanin dengan kadar sebesar 1,66 % dan karbohidrat dengan kadar sebesar 39,30 Kal/g (Zulnely dan Martono, 2003: 15), dimana kedua komponen ini juga memiliki sifat rekat alami, sehingga diperoleh ikatan yang lebih kuat pada kayu yang direkat dan meningkatkan kerapatannya. Kebanyakan senyawa penyusun tanin adalah senyawa-senyawa fenol, dan banyak yang berasal dari struktur fenil propanoid yang merupakan salah satu perekat alam yang termoplastik. Semakin banyak serbuk kulit kayu gemor yang ditambahkan dalam pembuatan produk bentukan akan menaikkan kerapatan produk bentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Panshin dan dee Zeeuw (1980 : 186) yang menyatakan bahwa kekuatan kayu berbanding lurus dengan berat jenisnya.

Pada faktor penambahan jumlah perekat UF, rata-rata nilai keteguhan rekat mengalami kenaikan, kenaikan nilai keteguhan rekat disebabkan karena pemakaian jumlah perekat yang besar dan ketepatan pemberian perekat UF maka akan semakin banyak luas permukaan yang telaburi perekat, sehingga terbentuk ikatan yang kuat antara perekat dan bahan direkat (kayu). Terbentuknya ikatan yang kuat antara kayu dengan perekat akan meningkatkan kekuatan produk dalam menahan gaya-gaya dari luar yang mengenainya secara bersama-sama. Haygreen dan Bowyer (1996 : 563) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah perekat yang digunakan dalam suatu papan, maka semakin kuat dan semakin stabil dimensi papannya.



KESIMPULAN

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa interaksi faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor dan jumlah perekat UF berpengaruh sangat nyata terhadap penyerapan air dan keteguhan rekat (internal bonding). Nilai penyerapan air terendah sebesar 29,187 % pada taraf interaksi komposisi serbuk kulit kayu gemor 0 % dan jumlah perekat UF 7,5 % Nilai keteguhan rekat tertinggi sebesar 8,348 kg/cm2 pada taraf interaksi komposisi serbuk kulit kayu gemor 50 % dan jumlah perekat UF 5 %. Faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor tidak berpengaruh terhadap kadar air, kerapatan dan pengembangan tebal. Analisis varians pada tiap parameter tersebut memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Faktor jumlah perekat UF berpengaruh nyata terhadap kadar air serta berpengaruh sangat nyata terhadap pengembangan tebal. Makin banyak jumlah perekat UF yang ditambahkan yaitu 5 %, 7,5 % dan 10 %, maka nilai kadar air makin tinggi yaitu sebesar 9,335 %, 9,785 % dan 10,398 %, sedangkan nilai pengembangan tebal makin rendah yaitu sebesar 18,927 %, 16,495 % dan 14,989 %.



DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 1989. Handbook of Wood and Wood Based Materials for Engineers, Architect and Builder. Forest Product Laboratory. Forest Service USDA. Hemisphere Publishing Corporation. New York.

---------- 1993, Standard Practise for Compression Molding Test Speciments of Thermosetting Molding Compounds, ASTM volume 08.01 Designation 5948-96, American Society for Testing Materials, Philadelphia, USA.

Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. (terjemahan Dr. Ir. Soetjipto A.H, Msc). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kasmudjo dan A. Chumaedi. 1986. Pemanfaatan Serbuk Gergaji dan Limbah Veneer Kayu Untuk Element Board. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kollman, F.F.P., E.A. Kuenzi dan A.J. Stamm. 1975. rinciple of Wood Science and Technology, II Wood Based Materials. Springer Verlag Berlin Heidelberg. New York.

Maloney. 1977, Modern Particleboard and Dry Process Fiberboard manufacturing, Miller Freeman Publication. Inc., California, USA.

Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir dan S.A. Prawira. 1981, ATLAS Kayu Indonesia, Jilid I, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor, Indonesia.

Panshin, A.J., E.S. Harrar, J.S. Bethel dan W.J. Baker. 1950. Forest Product. Mc Graw Hill Book Company. New York.

Patterson, T..J. dan J.D. Snodgrass. 1959. Effect of Formation Variables on Properties of Wood Particle Moldings. Forest Product Journal 9(10):330-336

Prawirohatmodjo, S. 1995. Kimia Kayu. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Prayitno, T.A. 1995, Teknologi Papan Majemuk, Bagian penerbitan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Rachman O. dan S. Karnesudirdja. 1982. Pengaruh Pola Pembelahan Dolok Ramin Terhadap Produksi Kayu Gargajian. Laporan Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan No. 2, Bogor.

Saptowalyono, C.A. 2007. http://kompas.com/kompas cetak /0602 /10 /ekora /2174941.htm 20 Januari 2007. Diakses tanggal 10 April 2007.

Setyawati, D. 2003. Komposit Serbuk Kayu Plastik Daur Ulang : Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Kayu dan Plastik. Makalah Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor, http://www.falsafahsains.co.id/ipb/s3// html. Diakses tanggal 15 Januari 2007.

Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood (Structure, Properties, Utilazation). Van Nostrand Reunhold. New York.

Zulnely dan D. Martono. 2003. Pemanfaatan Kulit Gemor (Alsodophane Sp.) Sebagai Bahan Untuk Pembuatan Anti Nyamuk Bakar. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Penelitian dan Pengembangan UPT Biomterial LIPI Bogor.
Continue reading...

PENGERINGAN KAYU

PENGERINGAN KAYU

PENDAHULUAN

Latar belakang

Pada zaman dahulu sampai dengan zaman sekarang ini, kayu merupakan bahan alam yang sangat melimpah dan masih sangat populer di kalangan masyarakat dunia, khususnya masyarakat indonesia yang merupakan negara tropis dengan hutan kayunya yang sangat luas. Penggunaan kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masing sangat melekat pada kehidupan masyarakatnya. Nilai ekonomi kayu dari waktu ke waktu naik karena beberapa hal antara lain karena permintaan kayu yang meningkat baik dalam segi kualitas maupun kuantitas. Di lain pihak karena tekanan penduduk dan program pembangunan nasional dengan cara mengkonversi lahan hutan menjadi lahan non hutan telah menurunkan jumlah luas kawasan hutan produksi yang menghasilkan kayu. Kedua, perubahan kondisi kawasan hutan tersebut di atas mengakibatkan penurunan penyediaan kayu atau pasokan kayu (wood supply) sehingga dengan meningkatnya permintaan kayu (wood demand) akan menyebabkan kenaikan harga. Kenaikan harga kayu sebenarnya tidak hanya disebabkan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan tetapi masih banyak faktor lain yang terlibat seperti biaya ekstraksi dari hutan atau biaya pembalakan kayu, biaya transportasi, biaya administrasi pengusahaan hutan untuk memproduksi kayu dan lain sebagainya.

Bila ditinjau dari jenis kayu yang diperdagangkan atau kayu-kayu yang banyak terdapat di pasaran, terutama kayu-kayu komersial, maka diperoleh gambaran perbedaan sifat–sifat kayu yang mencakup sifat fisika kayu, sifat kimia kayu, dan sifat pengerjaan kayu yang sangat berpengaruh dalam pengerjaan kayu sebagai benda higroskopis. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian perlakuan awal kayu, salah satunya dengan proses pengeringan kayu yang baik, mudah, dan murah. Pengeringan kayu merupakan proses mengeluarkan air sebayak mungkin dari dalam kayu sehingga di dapat kadar air akhir yang sesuai dengan tujuan penggunaan kayu (Suranto, 2004). Prinsip penurunaan kadar air yang mempengaruhi kembang susut kayu ini yang nantinya akan digunakan pedoman dalam proses pengeringan kayu.

Seiring dengan meningkatnya nilai ekonomi kayu, perhatian masyarakat, produsen, atau konsumen sendiri terhadap kayu sangat kurang, terutama masalah pengeringan kayu. Pengeringan kayu ini sangat perlu diperhatikan dan banyak , diteliti karena banyak permasalahan yang timbul dari penggunaan kayu, kayu sebagai bahan konstruksi bangunan, bahan furniture, bahan kerajinan, dan sebagainya yang berkaitan dengan kadar airnya. Permasalahan-permasalahan tersebut timbul dan mendapat banyak sorotan dari konsumen berskala besar, kecil, baik dalam negeri maupun luar negeri. Proses pengeringan kayu di indonesia masih sangat jarang dilakukan dan cenderung diabaikan sehingga pemakaian kayu yang terjadi sangat ekstrim, dari kayu bulat hasil tebangan langsung dikerjakan menjadi produk setengah jadi atau produk akhir. Tidak adanya perlakukan pendahuluan kayu atau sortimen kayu tersebut untuk menurunkan kadar air melalui proses pengeringan akan berakibat timbulnya cacat-cacat pada kayu atau cacat pada produk akhir seperti kayu melengkung, memuntir, retak, sulitnya pengerjaan kayu tersebut dan sebagainya. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi kualitas kayu atau produk akhir dari kayu tersebut yang natinya akan mempengaruhi harga kayu atau harga produk akhir kayu tersebut.


Tujuan

Kayu sebagai bahan alam yang populer, mudah didapat, dan murah mampu ditingkatkan nilai ekonominya melalui pemberian perlakuan awal dengan proses pengeringan kayu yang baik, mudah, dan murah sehingga mudah dilakukan dan terjangkau bagi produsen maupun konsumen kayu.


Manfaat

Kayu melalui proses pengeringan dapat menurunkan kadar air kayu sehingga terbentuk dimensi kayu yang stabil, mudah dalam pengerjaannya, dan menghindari cacat pada kayu sehingga nilai ekonomi dan nilai pakai kayu akan meningkat sehingga harga jual kayu akan semakin tinggi.



TINJAUAN PUSTAKA

Teori Pengeringan kayu

Pengeringan kayu adalah suatu proses pemindahan air dari dalam kayu oleh penguapan (Vlasov dkk,1968). Proses pengeringan ini akan berjalan sampai tercapai keseimbangan kadar air kayu dengan udara sekitarnya disebut juga dengan equilibrium moisture content (emc) (Rietz & Page, 1971).
Dengan adanya pengeringan kayu tersebut, maka dalam pengeringan kayu terdapat 2 aspek pokok yaitu pernindahan air dalam kayu ke permukaan kayu dan pemindahan air dari permukaan kayu ke atmosfer dengan cara penguapan (Brown & Bethel, 1965).

Pengeringan kayu dilakukan karena penggunaan. Kayu secara komersial selalu menghendaki pengurangan kadar air yang terdapat di dalam kayu, sedangkan tinggi rendahnya kadar air atau tujuan kadar air tergantung dengan penggunaan kayu tersebut (VIasov et al, 1968), umur pakai dan kekuatan kayu akan bertambah bila kayu dikeringkan terlebih dahulu, bahkan bila kadar air kayu dibawah 20%, mikrobia pembusuk dan penyebab noda akan sulit hidup pada kayu tersebut (Brown & Bethel, 1965). Untuk kayu bangunan pada umumnya pengeringan kayu cukup hanya sampai kering udara saja dengan kadar air 12 19% untuk perkakas interior seperti meubel dan barang kerajinan yang memerlukan kadar air rendah dari kering udara, pengeringan secara alarni efektif untuk mengeringkan kayu sampai kadar air kering udara untuk kayu perkakas interior harus dikeringkan dengan menggunakan tanur pengering (Rietz & Page, 1971).

Proses pengeringan. disebabkan karena kayu memiliki sifat higroskopis maka apabila kayu basah. dikeringkan maka air pengisi rongga. sel (air bebas) lebih dulu menguap. Proses selanjutnya adalah jika air bebas akan habis menguap semua, maka tinggal air yang berada dalam dinding sel (air terikat). Jika proses pengeringan dilanjutkan maka air terikat juga akan menguap. Saat itu kayu akan mengalami penyusutan (perubahan dimensi).

Kayu yang dikeringkan mempunyai banyak keuntungan daripada kayu yang dikeringkan begitu saja. Keuntungan kayu yang dikeringkan antara lain adalah :
1. Berat kayu akan berkurang, sehingga biaya pengangkutan berkurang (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)
2. Penyusutan yang menyertai pengeringan terjadi sebelum kayu digunakan sebagai produk akhir. Perubahan kadar air seimbang yang kecil akan meminimumkan penyusutan dan pengembangan kayu dalam pemakaiannya sebagai produk akhir sehingga mencegah retak dan pecah yang mungkin terjadi (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994; Marsoem, 1999)
3. Hampir sernua sifat mekanika kayu akan naik kekuatan. pukul (impact bending) kayu yang sudah dikeringkan akan sama atau sedikit lebih kecil dibanding kayu basah. Kekuatan geser, tarik, lengkung dan elastisitas akan naik sekitar 3% 6% setiap 1% penurunan kadar air setelah melewati titik jenuh serat. Keadaan ini disebabkan karena kayu sudah dikeringkan mempunyai jumlah massa dinding sel kayu yang lebih besar dan lebih banyak dibanding kayu basah pada volume yang sama (Brown & Bethel, 196 5, Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994; Marsoem, 1999)
4. Umur pakai kayu akan bertambah karena kemungkiman serangan mikrobia pembusuk dan cendawan penyebab noda akan sulit hidup pada kayu dengan kadar air dibawah 20% (Brown & Bethel, 1965; Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)
5. Kayu yang dikeringkan mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap serangan serangga perusak kayu (Prayitno, 1994; Hadikusumo, 1994)
6. Kekuatan sambungan sambungan yang terbuat dari paku dan baut akan lebih besar pada kayu kering daripada kayu basah (Rietz & Page, 197 1)
7. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat lebih baik untuk perekatan dan penggunaan akhir (Rietz & Page, 197 1; Prayitno, 1994)
8. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat lebih baik untuk perlakuan bahan kimia, pengawet dan penghambat kebakaran (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)
9. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat permesinan lebih baik karena dapat dipotong pada ukuran yang tepat dengan. permukaan yang halus (Prayitno, 1994)
10. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat isolasi listrik dan isolasi panas yang lebih baik daripada kayu basah (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)

Faktor faktor yang mempengaruhi kecepatan. pengeringan menurut (Hadikusumo, 1994), kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kayu, tebal kayu, kadar air awal, kayu dalam batang (kayu gubal dan kayu teras) dan keadaan lingkungan (suhu, kelembaban, kecepatan angin)
1. Jenis kayu. Kayu yang ringan biasanya lebih cepat kering daripada kayu tebal. Dimana kecepatannya dipengaruhi oleh struktur dan sifat kayunya (Brown dan Bethel,1965).
2. Tebal kayu. Makin tebal kayu maka akan semakin lama waktu pengeringan. Hal ini karena. waktu yang dibutuhkan air untuk bergerak dari dalam ke permukaan. kayu akan lebih lama dari kayu yang lebih tipis di bawah keadaan atmosfer yang sama (Brown dan Bethel, 1965).
3. Kadar air awal. Kadar air awal mula mula di dalam kayu segar akan berpengaruh terhadap lamanya waktu yang dibutuhkan air untuk bergerak dari dalam ke permukaan. kayu akan lebih lama daripada kayu yang lebih tipis di bawah keadaan atmosfer yang sama (Brown dan Bethel, 1965)
4. Potongan papan. Potongan papan atau arah penampang berpengaruh terhadap keluarnya air dari dalam kayu. Hal ini berkaitan dengan struktur sel kayunya. Sebagian besar kadar air akan dikeluarkan nelalui penampang melintang daripada melalui penampang radial dan tangensial ( Brown dan Bethel,1965). Hal ini disebabkan karena sel-sel pembuluh tersusun dalam seri yang sejajar dengan sumbu pohon, dan pori pori kayu terclapat pada penampang melintang.
5. Letak kayu dalam batang (kayu Gubal dan Kayu Teras). Kayu teras kurang permeabel terhadap cairan bila dibandingkan kayu gubal sehingga lebih lambat mengering (Rietz dan Page, 197 1)
6. Keadaan Lingkungan (Suhu, Kelembaban, dan Kecepatan/sirkulasi Angin)

Menurut Martelli dalam Hadikusumo (1986), bahwa dalam pengeringan kayu syarat utama yang harus dipenuhi yaitu cukup energi dan kelembaban untuk untuk mengeluarkan air terutama air yang terdapat dalam dinding sel, dan sirkulasi udara yang cukup sehingga panas yang dihantarkan dapat merata mengenai seluruh permukaan kayu dari setiap tumpukan. Sirkulasi udara yang normal untuk mengeringkan kayu sekitar 2 in per detik. Kecepatan udara yang kurang dari 1,5 m per detik dapat menyebakan kayu mengering sangat lambat.

a. Suhu udara

Menurut Prayitno (1994), suhu udara berhubungan. dengan kemampuan udara untuk menerima dan menahan molekul uap air yang tetap dalam udara dan kemudian keluar dari udara dalam bentuk embun. Semakin tinggi suhu udara maka semakin banyak molekul uap air yang mampu diterima dan ditahan dalam udara menurut Yudidobroto (1980). Fungsi dari suhu udara tinggi atau panas dalam proses pengeningan kayu akan menaikkan tekanan udara dalam kayu dan menguapkan air yang terdapat di permukaan kayu. Pengaruh suhu udara terhadap proses proses pengeringan adalah semakin tinggi suhu udara dalam alat pengering, makin cepat penguapan air dari dalam kayu

b. Kelembaban relatif

Menurut Vlasov et al (1968) dan Prayitno (1994), kelembaban relatif adalah perbandingan antara tekanan uap dalam udara dengan tekanan uap dalam keadaan jenuh, yang dinyatakan dalam persen pada suhu yang sama. Pengaruh kelembaban relatif terhadap pengeringan kayu adalah semakin rendah kelembaban udara di sekitar kayu yang dikeringkan, proses pengeringan akan semakin cepat

c. Sirkulasi udara

Menurut Prayitno, (1994) terdapat 2 kelompok sirkulasi udara yaitu sirkulasi udara internal dan sirkulasi udara eksternal. Sirkulasi udara internal adalah sirkulasi udara, yang membawa panas dari permukaan radiator ke permukaan kayu. Sirkulasi udara eksternal adalah sirkulasi udara, yang membawa udara segar dari luar alat pengering dan membawa udara jenuh air keluar dari alat pengering

Menurut Yudodibroto (1980), fungsi dari panas di dalam proses I pengeringan kayu adalah untuk menaikkan tekanan udara dan uap di dalam kayu dan menguapkan air yang terdapat dipermukaan kayu. Semakin tinggi temperatur maka semakin cepat penguapan air dari dalam kayu. Semakin rendah kelembaban udara sekitar udara sekitar kayu yang dikeringkan maka proses pengeringan kayu akan semakin cepat. Fungsi udara adalah sebagai medium pembawa panas di dalam proses pengeringan kayu. Dengan semakin cepatnya sirkulasi udara, maka proses pengangkutan kelembaban di permukaan kayu akan semakin cepat.

Kecepatan angin yang tinggi akan mempercepat pengeringan. Menurut Yudodibroto (1981), dengan dicapainya suhu yang relatif lebih tinggi dalam alat pengeringan kayu yang menggunakan tenaga, radiasi matahari maka mungkin sekali pengeningan kayu didalamnya, dapat terlaksana lebih cepat daripada di dalam pengeringan alami Jika kelembaban relatif udara, dapat diturunkan dan sirkulasi udara dapat disempurnakan.


Metode metode pengeringan kayu

Menurut Yodhodibroto (1980), pengeringan kayu dibagi menjadi dua kelompok, yang meliputi pengeningan secara alami (natural drying) dan pengeringan secara buatan (artificial drying). Pengeringan alami adalah suatu metode pengeringan dimana unsur unsur alam mernegang peranan yang penting. Unsur unsur tersebut meliputi panas yang berasal darl matahari, peredaran udara karena adanya hembusan angin, dan kelembaban relatif udara yang ada. Pengeringan buatan adalah suatu metode pengeringan dimana unsur unsur yang berupa hasil budidaya manusia memegang peranan yang terbesar dalam proses pengeringan yang bersangkutan (Yudodibroto, 1982).

Menurut Oliveira dalam Hadikusumo (1986), menilai bahwa salah satu kunci suksesnya pengeringan dengan metode rumah kaca adalah ventilasi. Apabila ventilasi lebih sedikit, kelembaban udara dalam ruang pengering menjadi lebih tingi dan. memperlambat pengeringan, sebaliknya apabila ventilasi terlalu banyak maka udara dalam ruang pengering hampir atau sama dengan keadaaannya dengan udara di luar yang kering dan ini mempermudah timbulnya retak retak karena suhu yang lebih tinggi

1. Pengeringan Alami (Air drying / air seasoning)

Menurut Martawijaya (1976) pengeringan alami dapat dilakukan ditempat terbuka dan dibawah atap sehingga terlidung dari sinar matahari secara langsung, di tempat terbuka waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi kering kurang lebih 25 50% dari tempat terlindung. Sirkulasi udara di sekitarnya yang akan membawa keluar kelembaban dapat berjalan melalui tumpukan tersebut (Rietz dan Page,1971). Karena faktor alam yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengeringan, maka faktor iklim, cuaca, tata letak halaman pengering dan cara penumpukan akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pengeringan secara alami (Kollman, 1968)

Pengeringan alami ini mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungan pengeringan alami ini antara lain volume pengeringan dapat mencapai tiga kali lebih besar dibandingkan dengan tanur pengening, biaya awal yang cukup murah (Rietz dan Page, 197 1). Adapun kerugiannya adalah hubungannya dengan faktor lingkungan yang tidak terkontrol (Rietz dan Page,1971). Se lain itu laju pengeringan yang sangat lambat

2. Pengeringan dengan Radiasi Sinar Matahari (solar drying)

Pada proses pengeringan kayu diusahakan agar radiasi sinar matahari dapat diserap sebanyak banyaknya oleh kayu. Dengan dapat diserapnya. energi matahari tersebut, proses pengeringan kayu dapat terjadi bahkan dapat dipercepat. Proses, ini terjadi karena disebabkan suhu yang berada di dalam alat pengering: dapat lebih tmggI bila dibandingkan dengan udara terbuka (Kollman, 1968). Pada. Pokoknya di dalam pengeringan yang menggunakan radiasi sinar matahari, yang mempengaruhi kecepatan pengeringan adalah sama dengan pada pengeringan alami. Faktor ada tidaknya matahari merupakan hal yang utama dalam proses pengeringan ini.

Keuntungan dari pengeringan sinar matahari menurut Chudnoff dkk (1966) yang dikutip oleh Yudodibroto dkk (1981) bahwa untuk mencapai kadar air 15%, pengeringan dengan menggunakan alat pengering radiasi sinar matahari membutuhkan waktu separuh hingga sepertiga kali lipat dari waktu yang dibutuhkan pada penggunaan alat pengering alami. Rata rata temperatur pada alat pengering alami dan radiasi sinar matahari berturut turut adalah 30,58 0C dan 33,12 0C. Sedangkan temperatur maksimum yang dapat dicapai pada kedua alat pengering tersebut adalah 37,0 0C dan 44 0C. Untuk memperkecil kelembaban relatif pada, alat pengering radiasi sinar matahari perlu adanya sistem ventilasi yang baik (Yudodibroto, 1981). Menurut Hadikusumo (1986), metode pengeringan dengan menggunakan. energi matahari sangat baik diterapkan di Indonesia yang kaya akan energi sepanjang tahun.


Cacat cacat pengeringan kayu

Cacat cacat pengeringan. yang sering terjadi digolongkan menjadi 3 kelas, yang didasarkan pada penyebabnya yaitu penyusutan, cendawan, dan bahan bahan kimia di dalam kayu, dan ini terjadi pada. pengeringan alami maupun buatan. Penyusutan terjadi jika pengeringan dilakukan di bawah titik jenuh serat. Menurut Hadikusumo (1994), retak yang terjadi pada kayu yang dikeringkan disebabkan oleh pengeringan yang terlalu cepat. Pengeringan yang terlalu cepat akan menyebabkan lapisan kayu baglan luar menjadi kering, sementara lapisan kayu bagian dalam lapisan masih basah. Karena. kering, lapisan luar menyusut tetapi dihalang halangi oleh lapisan dalam yang masih basah. Apabila pengeringan terlalu cepat gaya yang terjadi karena penyusutan ini sering lebih besar danipada kekuatan kayu itu sendiri sehingga terjadi retak. Masing masing jenis kayu berbeda ketahanannya dalam menghadapi retak pada kondisi pengeringan yang sama.

Pelengkungan pada kayu yang dikeringkan disebabkan oleh adanya perbedaan penyusutan pada kedua permukaan kayu atau pada kedua sisi kayu. Pelengkungan. memangkuk biasanya mudah dihindari dengan cara penumpukan yang baik dengan. menggunakan ganjal ganjal yang lurus dan tebalnya seragam. Pelengkungan yang lain adalah pelengkungan membusur. Pelengkungan ini terjadi karena adanya penyusutan pada arah longitudinal yang terjadi pada papan yang mengandung kayu juvenil dan papan yang mengandung kayu reaksi. Kayu reaksi terdapat pada batang yang miring tumbuhnya. Penyusutan arah longitudinal pada kayu. reaksi dan kayu juvenil jauh lebih besar daripada kayu dewasa dan kayu. normal, sehingga papan yang mengandung kaya juvenil atau kayu. reaksi akan membusur pada pengeringan. Untuk menghindari cacat retak dengan melabur kedua ujung papan kayu. dengan larutan kimia (flinkote) (Martawijaya,1976). Cendawan menimbulkan cacat berupa noda, busuk dan lapuk yang terjadi pada suhu dan kelembaban yang menguntungkan dalam pengeringan. Akibat yang ditimbulkan. antara lain perubahan warna. kayu, merusak kayu, kekuatan kayu. berkurang Cara menghindarinya adalah mengeringkan kayu sampai di bawah 20% kadar airnya, atau menyemprot zat kirnia.

Menurut Hadikusumo (1994), retak yang terjadi pada kayu. yang dikeringkan disebabkan oleh pengeringan yang terlalu cepat. Pengeringan kayu. yang terIalu cepat akan menyebabkan lapisan kayu bagian luar menjadi kering, sementara lapisan kayu bagian dalam lapisan masih basah. Karena kering, lapisan luar manyusut tertapi dihalang halangi oleh lapisan dalam yang masih basah. Apabila pengeringan terlalu cepat, gaya yang teriadi karena penyusutan im sering lebih besar dari daripada kekuatan kayu itu sendiri sehingga terjadi retak. Pelengkungan pada kayu. yang dikeringkan disebabkan oleh adanya perbedaan penyusutan pada kedua permukaan kayu atau pada kedua sisi kayu.

Menurut Hadikusumo (1986), tindakan pengeringan kayu yang cepat dilaksanakan akan clapat menghindarkan kayu dari serangan cendawan pewarna seperti blue stain. Cartwright dan Findlay dalam Supriana (1976), menerangkan bahwa keadaan yang paling menguntungkan perkembangan jamur blue stain adalah waktu kayu yang sedang dikeringkan secara lambat. Jamur pewarna kayu akan berkembang mengikuti bagian kayu yang sukar kering, sebab udara dan kadar air pada bagian tersebut berada dalam keadaaan yang optimum bagi perturnbuhannya. Menurut Supriana (1976), tindakan pertama yang harus dilakukan untuk mencegah serangan bluestain pada kayu gergajian adalah dengan mengeringkanya dengan cepat.



PEMBAHASAN

Permasalahan yang Dihadapi oleh Pengrajin Kayu

Pengeringan kayu yang terdapat di lingkungan masyarakat masih sangat kurang sekali diperhatikan, sampai pada pengrajin kayu di sekitar kampus Universitas Gadjah Mada dan jalan Rongroad Utara yang kami temui dan kami pantau mengenai pemberian perlakuan pengeringan untuk sebelum kayu tersebut dikerjakan menjadi rak-rak buku, almari, meja belajar, dan sebagainya. Kayu yang digunakan rata-rata berasal dari kayu sengon, mindi, nangka, dll. Jenis kayu-kayu tersebut memang jenis kayu-kayu yang mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah. Produk yang diciptakan bagus menarik dengan bentuk ukuran yang bervariasi sesuai selera konsumen yang rata-rata sebagaian besar konsumennya adalah mahasiswa.

Sebelum pengerjaan kayu menjadi produk yang akan dipasarkan, kayu-kayu yang telah dikirim dari industri penggergajian kayu tersebut hanya ditumpuk begitu saja tanpa adanya proses pengeringan. Penumpukan yang tidak benar akan menyebabkan kerusakan bentuk atau cacat bentuk akibat penumpukan karena distribusi berat penumpukan yang tidak merata. Selain itu kadar air di dalam kayu yang relatif tinggi masih sangat tinggi menyebabkan perubahan dimensi kayu yang sangat besar. Hal ini menyebabkan cacat bentuk kayu, diantaranya kayu menjadi melengkung, memuntir, membusur, mencawan, dan sebagainya sehingga kayu-kayu tersebut menjadi sulit dalam pengerjaannya dan mempengaruhi bentuk, tekstur dari kayu tersebut setelah menjadi produk akhir yang berakibat pada retak, pecah. Masalah seperti ini sangat kurang diperhatikan oleh pengrajin kayu dan hal ini baru disadari setelah terbentuk menjadi produk akhir.

Permasalahan juga timbul dari segi warna corak kayu yang berbeda akibat serangan jamur atau cendawan yang biasanya menyerang kayu tersebut ketika dalam proses penumpukan kayu, misalnya jamur pelapuk, jamur penoda,dll. Jamur atau cendawan tersebut menyerang kayu karena adanya kondisi yang mendukung untuk tumbuh dan berkembang, salah satunya dengan kondisi kadar air yang masih relatif tinggi. Warna yang timbul biasanya berbeda dengan warna kayu asli, misalnya warna kayu permukaan kayu menjadi biru disebabkan karena jamur penoda permukaan kayu yaitu blue stain. Perbedaan warna ini nantinya yang akan mempengaruhi corak permukaan kayu ketika dalam pemberian pelapis kayu seperti pelitur, melamin, atau pernis manjadi jelek.

Kekuatan kayu atau umur pakai kayu juga aspek yang perlu diperhatikan sebagai fungsi dari nilai ekonominya. Kayu yang sifat mekanika atau kekuatannya tinggi dan umur pakainya lama akan mempengaruhi harga kayu tersebut. Kayu yang tidak dikeringkan kekuatanya mekanikanya akan rendah dan umur pakainya akan pendek. Kayu yang mengandung kadar air relatif tinggi di dalamnya msih mengandung banyak air dan karapatannya relatif renggang sehingga ikatan di antara sel kayu juga renggang. Kadar air yang relatif tinggi juga memacu serangan dari organisme perusak kayu untuk menyerang kayu tersebut, baik itu jamur, cendawan, ataupun serangga.

Hal-hal di atas merupakan fakta yang terdapat lingkungan proses pengerjaan kayu yang dilakukan oleh pengrajin kayu di daerah kampus Universitas gadjah Mada yang perlu diperhatikan dan dibantu dengan timbulnya masalah tersebut.


Solusi Metode Pengeringan yang Baik, Mudah, dan Murah

Solusi yang terbaik adalah kombinasi pengeringan kayu secara alami dengan pengeringan menggunakan metode radiasi sinar matahari sebagai salah satu faktor utama pengering yang dapat diperoleh secara mudah dan alami. Metode ini merupakan metode gabungan yang dapat dimaksimalkan untuk memperoleh proses pengeringan yang bertahap atau relatif cepat, mudah dilakukan, dan memerlukan biaya yang murah.

Rancangan dari proses pengeringan kombinasi ini dapat dibuat dengan membuat tempat penumpukan di atas tanah dengan pembuatan rumah-rumahan seluas dimensi kayu yang akan dikeringkan dengan bentuk penumpukan dibaringkan sejajar permukaan tanah atau dimiringkan dengan sudut kemiringan tertentu di dalam rumah pengeringan tersebut. Kayu yang akan ditumpuk dibaringkan secra teratur sesuai dengan luas rumah pengeringan, setiap tumpukan arah ke atas kayu diberi ganjal agar terdapat sela-sela di antara tumpukan kayu. Bentuk penumpukan dilakukan secara berbaring dengan bentuk kubus atau persegi (box-piled). Bentuk dan cara pengeringan ini memiliki banyak keuntungan, yaitu bentuk tumpukan kayu ini mempunyai proses mengering yang bertahap engan tidak merusak bentuk atau dimensi kayu sehingga kualita dari kayu tersebut masih tetap terjaga.

Bentuk dari rumah pengeringan ini mirip seperti rumah biasa dengan diberi tiang pada keempat sisi rumah pengeringan sehingga rumah tidak berhubungan langsung dengan tanah karena bila terjadi serangan rayap atau serangga yang lain cepat dapat segera dideteksi atau diketahui. Selain itu tidak terpangaruh oleh kondisi tanah, baik kelembaban maupun air yang tergenang pada saat musim hujan. Konstruksi rumah pengeringan yang bagus dan murah terbuat dari seng, fiber, atau bahan-bahan yang mudah menyerap panas dari radiasi sinar matahari.

Letak rumah pengeringan harus melintang terhadap posisi peredaran matahari pada sisi panjangnya untuk mengurangi penguapan pada ujung kayu.

Ganjal yang digunakan pada proses pengeringan ini harus benar-benar kering sehingga tidak terjadi kontaminasi dengan kayu yang akan dikeringkan dan kuat. Selain itu dimensi ganjal harus disesuaikan dengan dimensi kayu yang akan dikeringkan sehingga pada proses penumpukan terjadi distribusi berat tumpukan secara merata dan tidak terjadi cacat selama penumpukan pada proses pengeringan ini.

Metode atau cara pengeringan yang baik, mudah, dan murah seperti ini dapat dijadikan solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh pengrajin kayu tersebut


KESIMPULAN

1. Pengeringan kayu merupakan proses awal yang sangat penting bagi kayu dan menjawab permasalahan tentang sifat-sifat kayu yang buruk yang berpengaruh terhadap kualitas kayu bagi pengrajin kayu di kawasan kampus Universitas Gadjah Mada dan di Jalan Ringroad Utara.

2. Proses pengeringan yang baik, mudah, dan murah dapat dilakukan dengan metode pengringan kayu dengan kombinasi metode pengeringan kayu secara alami dan metode pengeringan kayu dengan radiasi sinar matahari dengan pembuatan rumah pengeringan.


DAFTAR PUSTAKA

Dry Kiln Operator’s Manual, Edited by William T. Simpson, Research Forest Products Technologist, United States Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory , Madison, Wisconsin, Revised August 1991, Agriculture Handbook 188.

Wood handbook—Wood as an Engineering Material. Forest Products Laboratory. 1999. Gen. Tech. Rep. FPL–GTR–113. Madison, WI: U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory.

Haygreen, J.G., and Bowyer, J.L., 1996, Forest Product and Wood Science, 3rd Edition, Iowa University Press, Iowa.

Kollmann, F. F. P., dan Cote, W. A., 1968, Principles of Wood Science and Technology, Jilid 1, Solid Wood, Springer-Verlag, New York.

Martawijaya, A., dkk., 1981, Atlas Kayu Indonesia, Jilid 1, Dephut, Balitbang Kehutanan, Bogor.

Panshin, A. J., dan de Zeeuw. C., 1980, Textbook of Wood Technology, 4th Edition, McGraw-Hill Book Co., New York.
Continue reading...

LOUHAN

CARA MENGHIAS SI CANTIK LOUHAN

Yohanes Kelik Bekti Subagyo, Heppy Atmaja, Beny Rahmanto


PENDAHULUAN

“Lou han” merupakan salah satu jenis generasi baru ikan hibrida (disilangkan dari induk yang berbeda) dari sejumlah ikan hias, akhir-akhir ini banyak diminati masyarakat, bahkan dapat dikatakan salah satu yang paling popular saat ini. Hal tersebut ditandakan dengan semakin bertambahnya hobiis penggemar Lou han, maraknya kontes Lou han, maupun kemunculan tempat-tempat penangkaran Lou han.

Kepopuleran Lou han tampaknya juga bukan tidak beralasan, marking atau rajah disisi badannya yang bisa membentuk huruf atau angka tertentu, warna merahnya yang mencolok, jidatnya yang nonong, coraknya yang khas, maupun warna mutiara yang menarik menjadi alasannya.

Kenampakan variasi fisik yang tampak pada masing-masing individu Lou han sebenarnya dapat ditingkatkan dengan memanipulasi faktor eksternalnya. Menjumpai fakta bahwa dapat dilakukan manipulasi faktor eksternal untuk memperoleh keindahan fisik Lou han, kami tertarik untuk mengangkat fakta yang kami jumpai di lapangan tersebut menjadi topik karya tulis kami. Makna penting dari topik ini adalah dapat mengetahui trik-trik yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kenampakan fisik Lou han melalui modifikasi dan manipulasi faktor eksternal.

Lou han yang tampak indah saat dipamerkan dan diikutsertakan dalam lomba atau kontes dapat kita jumpai adanya perbedaan keindahan maupun kenampakan fisik dibandingkan kenampakan kesehariannya. Keindahan antara satu Lou han dengan Lou han yang lain pun dapat kita jumpai adanya perbedaan. Keindahan warna, rajah, mutiara, nonong yang tampak pada fisik Lou han yang merupakan tanda dari kualitasnya adalah hasil dari manipulasi yang dilakukan untuk meningkatkan daya saing maupun daya jual di pasaran. Ide kreatif yang ingin kami sampaikan adalah mengenai manipulasi faktor eksternal untuk memperoleh keindahan dan variasi fisik Lou han.

Langkah-langkah apakah yang dapat kita lakukan untuk memanipulasi kenampakan Lou han? Apakah dengan cara pemberian cahaya yang terang benderang dapat memunculkan warna indahnya? Pakan jenis apakah yang dapat diberikan untuk memunculkan warna dan mutiaranya? Pertanyaan itulah yang mungkin timbul dari benak kita saat menjumpai keunikan Lou han.

Berdasarkan timbulnya pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas ataupun pengamatan yang kami lakukan secara langsung di lapangan, maka karya tulis kami bertujuan untuk mengungkapkan trik-trik modifikasi dan manipulasi faktor eksternal untuk meningkatkan keindahan kenampakan dan variasi fisik Lou han, berbagi pengalaman dengan hobiis ikan Lou han, dan terutama untuk meningkatkan daya jual maupun daya saing Lou han di pasaran. Manfaat yang ingin dicapai melalui karya tulis ini adalah hobiis Lou han ataupun pembaca dapat mengetahui modifikasi dan manipulasi faktor eksternal yang dapat dilakukan untuk memperoleh keindahan kenampakan fisik Lou han.


TELAAH PUSTAKA

Lou han pertama kali muncul sekitar tahun 1996-1997 di Malaysia. Pada saat itu ikan ini diduga merupakan keturunan dari Amphilophus trimaculatus. Kemudian peternak mulai menyilangkannya dengan Blood parrot yang akan melahirkan cikal bakal Lou han.

Lou han merupakan jenis ikan hibrida dari berbagai spesies famili cichlid, antara lain : Amphilophus trimaculatus, Amphilohpus citrinellus, Amphilophus labiatus, Amphilophus festae, Cichlasoma citrinellum x Cichlasoma synsplilum, dan beberapa jenis spesies lain.

Seperti yang kita ketahui bahwa Lou han merupakan hibrid dari beberapa spesies, maka Lou han tidak mempunyai nama latin. Penulisan nama latin bagi hibrid dari berbagai spesies berbeda adalah dengan menuliskan semua nama latin induknya. Sebagai contoh untuk hibrid hasil kawin silang antara Betta imbellis dengan Betta splendens ditulis Betta imbellis x Betta splendens.

Lou han sebagai salah satu jenis ikan hias mempunyai kelebihan dibandingkan jenis ikan hias yang lain, kelebihan yang dimiliki adalah nonong di jidatnya, serta marking dan mutiara di tubuhnya. Keindahan fisik Lou han disebabkan dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi keindahan tubuh Lou han adalah faktor genetik, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi dan dapat dimodifikasi adalah air, akuarium, filter, heater, lampu dan pakan.

A. Air

Semua jenis ikan memerlukan air sebagai tempat hidupnya, namun tidak semua kondisi dan kualitas air sesuai untuk tempat hidup ikan. Lou han dapat bertahan hidup dalam kualitas air yang minimal, namun demikian kita tidak dapat sembarangan menempatkan Lou han ke dalam air sumur maupun air ledeng begitu saja, hal ini dikarenakan kandungan oksigen yang terlarut belum cukup, air ledeng masih mengandung kaporit, dan suhu air belum stabil.
Lou han hidup dalam air yang berkesadahan tinggi, 8º-10º. Kesadahan atau hardness merupakan kandungan unsur mineral terlarut dalam air, terutama kalsium, magnesium, dan seng. Jika jumlah mereka dalam air banyak, maka air disebut ber-Hd keras. Derajad kesadahan air dipengaruhi faktor lingkungan, seperti mikroorganisme dan jenis tanaman yang tumbuh disekitar air tersebut.
Tabel 1: Tingkat Kesadahan Air

Kandungan CaCo3 (ppm) / Kesadahan / (ºHd) Tingkat kesadahan
0-50 / 0-50 / Lunak
50-150 / 50-150 / Medium
150-300 / 10,5-21 / Keras
>300 / >21 / Sangat keras

Kesadahan air sebenarnya terdiri dari dua bagian, yakni kesadahan karbonat dan kesadahan non karbonat. Kesadahan karbonat dipengaruhi kadar kalsium karbonat. Teknik pemanasan sudah memadahi untuk menurunkan kesadahan jenis ini. Kesadahan non karbonat terjadi karena kandungan magnesium. Sifatnya stabil sehingga hanya bisa diturunkan dengan memakai bahan kimia, seperti sodium fosfat.

Pengukur kesadahan disebut salinity tester. Alat lain adalah hardness meter. Alat ini bisa digunakan untuk mengetahui kandungan asam chlorida, magnesium, dan kalsium dalam air. Jika kedua alat itu tidak tersedia kita dapat menggunakan cara yang sederhana, yaitu dengan meneteskan air ke telapak tangan dan dicicipi. Jika terasa asin seperti air payau, maka kesadahannya diperkirakan 11º-15ºHd. Kalau tidak terasa asin, walau sudah dibubuhi garam, tingkat kesadahannya sekitar 5º-8º Hd.

Kebanyakan hardness dapat dieliminasi dengan memakai bahan kimia atau destilasi. Bahan yang dapat digunakan untuk menurunkan hardness adalah black water extrack keluaran Tetra dan Sera Morena produksi Sera. Dosisnya 100 ml/ 400 liter air. Filter bermedia resin juga bisa digunakan untuk menurunkan tingkat kesadahan. Kita juga bisa menggunakan cara tradisional, yaitu dengan cara merendam 3 lembar daun ketapang Palaquium clarkeanum kering ke dalam 1 liter air. Setelah 2 sampai 3 hari rendaman itu dimasukkan ke dalam akuarium.

Indikasi kesadahan air tinggi atau rendah juga bisa dilihat dari pH air. Kalau air ber-pH basa, kemungkinan besar Hd tinggi; sebaliknya, Hd rendah. Ini merupakan ciri bobot hidrogen di dalam air. Rumus kimia air adalah H2O, yang kalau terurai menjadi H+ + OH-. Air ber-pH netral seandainya perbandingan H+ dan OH- seimbang. Dominasi H+ menyebabkan air asam. Kalau terlalu banyak OH-, artinya air ber-pH basa.

Angka pH bervariasi mulai dari 0-14. Angka di bawah 7 berarti air sangat masam. Angka 7 menunjukkan pH air netral. Di atas angka 7, air ber-pH basa. Semakin banyak ion hidrogen, kian tinggi kemasamannya. Jadi, semakin rendah angka pH-nya. Penurunan setiap angka pH menunjukkan, jumlah ion hidrogen sepuluh kali lipat lebih banyak. Jumlah ion hidrogen pada pH 2 sepuluh kali lebih banyak daripada pH 3. Dibandingkan dengan pH 4, jumlah ion hidrogen pada pH 2 seratus kali lebih banyak.

Angka pH air dapat diketahui dengan keras lakmus, kertas pH atau pH meter. Kertas lakmus hanya dapat mengetahui air ber-pH asam atau basa, tanpa mengetahui angkanya. Kertas pH bisa dipakai untuk mengetahui angka pH. Caranya, celupkan kertas pH ke dalam air, selanjutnya akan terjadi perubahan warna pada kertas tersebut. Cocokkan warna tersebut pada warna indikator yang ada di kemasan. Peralatan pH meter lebih sederhana lagi cara kerjanya, yaitu cukup dengan mencelupkan pH meter ke dalam air, sambil menekan atau menggeser tombol yang ada di sebelah atas alat. Layar akan menunjukkan angka pH air secara digital.

Pengukuran pH juga bisa menggunakan pH meter baru, dimana pH meter baru terlebih dahulu harus dikalibrasi. Caranya, celupkan pH meter ke larutan pH tertentu, pH buffer. Jika yang digunakan pH buffer &, putar sekrup kecildi belakang alat dengan obeng sampai angka di layar menunjukkan angka 7. Ini berarti alat itu sudah siap dipakai.

Mengetahui angka pH sangat penting. Ikan tidak mungkin hidup di air ber-pH 4 atau ber-pH 11. Itu angka ekstrim untuk kehidupan ikan. Seandainya ikan itu hidup di air yang pH-nya tidak sesuai, maka perkembangannya terhambat. Warna tidak akan cemerlang, walaupun ia menjadi doyan makan.

Lou han bukanlah ikan manja yang terlalalu banyak menuntut. Ia dapat segera beradaptasi dengan lingkungan baru dengan suhu berkisar 24-30oC dan angka pH 7-8. Untuk lou han kecil, suhu air sebaiknya 26-30oC dengan pH 6,5-7,2. Angka pH tinggi lebih baik untuk pembesaran karena nafsu makan meningkat. Namun, dalam pemeliharaan pH tinggi menyebabkan warna pudar. Sesuai habitat moyangnya, lou han hidup baik dengan suhu cukup hangat, 28-30oC. Air dingin menyebabkan nafsu makan kurang dan pertumbuhan lambat sehingga ikan mudah sakit.

Bila keasaman terlalu tinggi, turunkan dengan phospohoric acid yang bisa dibeli di toko kimia. Umumnya pH air di Indonesia masam. Naikkan angka pH dengan memasukkan kapur bordo sebanyak 2 cc per liter air. Kapur bordo dapat dibeli ditoko-toko perikanan atau pertanian. Bila menggunakan filter, kurangi pemakaian media karbon aktif sedangkan zeolit diperbanyak.


B. Akuarium

Seperti induknya, lou han kurang nyaman jika tempat tinggalnya dibagi dengan ikan lain. Ia pasti segera menyerang pendatang baru itu. Lawan yang tidak seimbang akan luka parah bahkan mati. Oleh karena itu, pemeliharaan di akuarium tidak bisa massal kecuali dibiasakan sejak dini. Namun, bukan berarti sifat garang hilang sama sekali. Sekali waktu teman sejenis juga diserang.

Agar lebih aman, lou han sebaiknya dipelihara soliter terutama ikan yang telah besar atau dewasa. Maksudnya agar keselamatan ikan yang sudah mempunyai corak dan warna indah itu terjaga. Kalau ingin dipelihara dalam satu akuarium, sekatlah dengan kaca supaya tidak terjadi kontak fisik. Pemisah kaca di dalam akuarium bisa saja diterjang oleh lou han, dalam usaha menyerbu pesaingnya. Jika kejadian ini terus berulang, sebaiknya pisahkan kedua Lou han itu.

Tidak ada akuarium khusus untuk Lou han. Beberapa penangkar memakai beragam ukuran akuarium sesuai ukuran Lou han. Ambil contoh Lou han sepanjang 5-7,5 cm. Akuarium 30 x 20 x 20 cm3 sudah memadai. Kalau panjang Lou han sudah mencapai 25 cm ke atas, dibutuhkan akuarium 120 x 50 x 60 cm3. Lou han dewasa bisa memakai akuarium ukuran 180 x 80 x 80 cm3. Sebagian penangkar penangkar berpendapat, akuarium untuk Lou han, baik ukuran kecil maupun dewasa, sebaiknya langsung ditempatkan di akuarium besar. Tujuannya, supaya Lou han tidak perlu beradaptasi lagi dengan lingkungan baru. Selain itu perubahan Lou han lebih cepat.

Ukuran akuarium, selain ditentukan ditentukan oleh ukuran Lou han, juga sangat bergantung pada lokasi akuarium tersebut. Kendatipun demikian, para pemula biasanya disarankan memakai akuarium berkapasitas 200 l. Akuarium berkapasitas 400-500 liter, biasanya dilengkapi dengan kaki atau penopang lain, juga memadai untuk menjadi penyemarak ruangan.

Keindahan Lou han bisa dinikmati maksimal seandainya air di akuarium bening dan dinding akuarium tembus pandang. Dinding kaca bening atau akrilik tembus pandang sudah memadai. Ketebalan kaca harus menjadi perhatian yang serius. Sebab kaca itu harus mampu menahan tekanan air yang cukup besar ketika akuarium terisi penuh. Seliter air bobotnya setara 1 Kg. Jadi, jika volume akuarium 100 liter, jadi bobot air itu 100 Kg. Ketebalan kaca yang tidak sesuai dengan daya tekan air bisa membuat hancurnya akuarium. Ini berbahaya karena pecahan kaca akan berhamburan ke segala arah.

Warna semarak Lou han akan benar-benar tampak pada akuarium berair bening. Untuk itu, mencegah tumbuhnya lumut di dinding akuarium sebuah keharusan. Akuarium sebaiknya tidak diletakkan di tempat yang terkjena sinar matahari langsung. Pancaran sinar ultra violet akan merangsang munculnya lumut.

C. Filter

Di dalam akuarium Lou han selalu memproduksi kotoran, baik dari sisa makanan, kotorannya, maupun lumut. Jika dibiarkan, polutan itu akan mencemari air. Secara kimiawi, bahan-bahan itu akan berubah menjadi amoniak dan amonium, nitrit dan nitrat. Inilah yang disebut siklus nitrogen.

Amoniak yang beracun dan amonium yang tidak berbahaya terbentuk pada tahap pertama siklus nitrogen. Jumlah amoniak atau amonium yang terbentuk sangat tergantung pH air. Jika air ber-pH rendah, yang lebih banyak muncul adalah amonium. Amoniak akan mendominasi jika pH air tinggi.

Amoniak diubah oleh bakteri nitrosomonas menjadi nitrit. Pada saat air akuarium kotor, kandungan nitrit pasti tinggi. Efeknya Lou han menjadi malas makan, dan pertumbuhan terhambat. Nitrit itu selanjutnya diubah menjadi nitrat oleh bakteri nitrobakter. Nitrat menjadi sumber makanan bagi tanaman air dan lumut.

Air tercemar membuat Lou han menjadi lemah, nafas terengah-engah, warna cenderung menjadi kusam. Resiko terkena serangan penyakit menjadi lebih besar. Untuk meminimalkan resiko itu, maka akuarium Lou han perlu dilengkapi filter. Bahan-bahan pencemar air seperti kotoran dan sisa makanan harus segera disingkirkan. Itulah tugas filter. Filter bukan saja hanya mengalirkan air. Namun ia juga menambah kandungan oksigen terlarut dan menghilangkan bahan-bahan beracun yang muncul akibat siklus nitrogen. Ada 3 tipe filterisasi : biologis, kimiawi, dan mekanis.

Filter mekanis menyaring polutan dengan cara mengalirkan air secara terus menerus melalui foam atau bahan lain yang sifatnya porous. Penyaring ini berfungsi untuk menangkap polutan tadi agar tidak berkeliaran di dalam akuarium.Penyaring itulah yang setiap kali harus diganti atau dibersihkan.

Pada filter kimiawi, air dialirkan melalui bahan sperti karbon. Karbon ini akan menyaring berbagai materiasl berbahaya, misalnya amonia. Filter kimiawi ini memang tidak begitu diperlukan dalam akuarium Lou han. Kalupun mau dipakai, cukup saat akan memakai akuarium baru untuk menyerap amonia yang mungkin ada.

Filter biologis dipakai untuk menyerap kotoran ikan yang tidak bisa ditanggulangi oleh filter mekanis ataupun kimiawi karena walaupun sudah dibuang, tetapi setiap saat muncul lagi sampai suatu saat membahayakan kualitas air. Tugas filter biologislah untuk mengatasinya. Filter biologis ini merupakan kumpulan bakteri yang sengaja dipelihara di dalam akuarium. Semakin besar area filter untuk memelihara bakteri, kian banyak pula jumlah bakteri yang dihasilkan. Tugasnya mengubah bahan organik menjadi nitrit yang tidak begitu berbahaya dan akhirnyaberubah menjadi nitrat.

D. Heater

Heater merupakan salah satu alat pelengkap tambahan yang diperlukan dalam usaha pemeliharaan Lou han. Heater ini berfungsi untuk menyesuaikan suhu air dalam akuarium agar sesuai dengan suhu air pada habitat asli Lou han. Suhu air pada habitat asli Lou han sekitar 28º-30º C, oleh karena itu diperlukan heater untuk menyesuaikan suhu air saat air dalam akuarium bersuhu kurang dari 28ºC. Dalam pemakaian heater perlu memperhatikan kondisi lingkungan di sekitar akuarium. Sebagai contoh dalam ruangan ber AC yang mengakibatkan suhu ruangan dan suhu air dalam akuarium cukup rendah, perlu digunakan heater untuk menaikkan suhu air akuarium. Namun apabila ruangan di sekitar akuarium tidak menggunakan AC, dimana suhu sudah cukup hangat maka kita tidak perlu menggunakan heater.

Jika pada ruangan yang tidak ber-AC tetap menggunakan heater bisa berakibat Lou han kepanasan dan kekurangan oksigen. Lebih jauh akan berakibat menurunnya performa Lou han maupun mengakibatkan kematian Lou han. Untuk mengindari hal tersebut diatas maka kita perlu mengetahui apakah heater yang kita gunakan dalam kondisi yang baik. Usaha yang dapat kita lakukan untuk mengetahui kondisi heater adalah dengan cara memegang kaca akuarium, dan bila keluar gelembung air maka suhu air dalam akuarium terlalu panas. Oleh karena itu juga diperlukan termometer yang berfungsi untuk mengetahui suhu air dan melihat apakah heater bekerja dengan benar.

E. Lampu

Cahaya berfungsi sebagai penerangan agar ikan dan panorama akuarium bisa dilihat dengan jelas dan sebagai sumber energi bagi penghuni akuarium (tanaman air). Untuk mengatasi pencahayaan yang minimum apabila akuarium Lou han berada di dalam ruangan kita dapat menggunakan beberapa jenis lampu yang biasa digunakan untuk sumber pencahayaan akuarium. Beberapa contoh lampu tersebut adalah lampu UV, day light, dan Fluoresence.

Lampu UV biasa digunakan untuk mencegah pertumbuhan lumut pada dinding akuarium selain fungsi utamanya untuk mempercantik kenampakan Lou han. Lampu day light bekerja meniru sinar matahari, lampu ini memantulkanwarna asli sebuah benda seperti mereka dilihat langsung di bawah sinar matahari. Sedangkan lampu fluoresence juga berfungsi untuk memanipulasi kenampakan fisik Lou han, terutama agar warna mutiaranya semakin kelihatan menyala.

F. Pakan

Produk-produk pakan yang ada saat ini sebagian masih bersifat global. Artinya pakan untuk lou han ukuran kecil di bawah 15 cm dengan yang lebih besar di atasnya hampir sama saja komposisinya. Hanya ukuran yang membedakan karena memang lebar bukaan mulut ikan pasti berbeda. Padahal sebenarnya tidak saja bukaan mulut yang sudah beda tetapi kebutuhan nutrisi dan fungsinya juga sudah mengalami perkembangan.

Dari realita di atas maka perbedaan ukuran pakan juga harus diikuti oleh perbedaan komposisi. Menurut Dhaly dari produk pakan Tetra bahwa siklus hidup lou han mulai larva sampai dewasa terdapat perbedaan fase-fase tertentu. Seperti dari ukuran ukuran larva sampai sekitar 15 cm bisa dikatakan fase pertumbuhan. Dari situ maka dibutuhkan pakan yang mampu mendukung proses pertumbuhan. Jadi pakan untuk lou han kecil harus mengandung gizi tinggi seperti high growth dengan kandungan protein, lemak, dan karbohidrat cukup tinggi. Kandungan protein untuk lou han bisa di atas 40 persen. Protein tinggi sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan di fase pertumbuhan. Contoh pakan yang mengandung protein adalah cacing tanah, ikan haruan, dan cacing tubifeks.

Selain itu pakan juga harus mengandung lemak tinggi sebagai sumber energi untuk aktivitas yang tinggi dan menjaga suhu tubuh. Lemak mengandung asam lemak esensial seperti Eicosapentaenoik (EPA), Docasahexaenoic (DHA) dan linoleat yang kesemuanya itu sangat dibutuhkan oleh lou han. Karbohidrat juga harus tinggi sebagai sumber energi dan menjaga stabilitas tubuh. Contoh pakan yang mengandung lemak adalah cacing sutera dan cacing darah.

Untuk Lou han yang ukurannya dewasa maka proses pertumbuhan telah melewati titik puncak alias mulai mulai menurun. Jadi komposisi protein biasa dikurangi hanya untuk menyuplai tubuh mengganti sel-sel yang rusak. Sebaliknya unsur yang sifatnya untuk pemeliharaaan atau maintenance harus ditingkatkan. Dalam hal ini jenis vitamin, mineral, dan unsur trace elemen harus ditingkatkan. Ditekankan untuk ukuran dewasa kebutuhan untuk pertumbuhan harus direm atau slow growth dengan mengurangi kandungan protein dan lemak. Pasalnya pertumbuhan yang terlalu melesat justu akan mempengaruhi kualitas warna dan nonong. Pigmen warna dan nonong tidak bisa mengimbangi pertumbuhan sel tubuh yang tambah gemuk. Salah satu contoh pakan alami yang memunculkan warna merah, nonong, dan membongsorkan tubuh Lou han adalah udang.

Dari sumber itulah jenis vitamin dan suplemen diperlukan dalam fase maintenance dan pemeliharaan dari stress. Artinya meski Lou han kecil tetap butuh vitamin tetapi untuk Lou han besar kandungannya lebih ditingkatkan. Bisa diamati Lou han besar lebih mudah stress dibanding dengan Lou han kecil. Lou han besar pun lebih rentan terhadap perubahan kualitas air. Vitamin yang diperlukan untuk Lou han ukuran besar yaitu Vitamin C untuk mencegah stress dan menjaga stamina, Vitamin E untuk kesuburan, Vitamin B1, B2, B6, D3. Sedangkan nutrisi lain tetap diperlukan dalam segala fase umur yaitu jenis trace elemen yang mengandung unsur essensial yang dibutuhkan oleh Lou han tetapi tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh ikan seperti unsur magnesium, iodine, phospor, kalium, kalsium. natrium, dan masih banyak lagi. Selain itu diperlukan unsur pembangkit warna dan mutiara alami seperti jenis pigmen carotine, astaxantin, dan spirulina.

Hal ini penting dalam menyusun menu pakan untuk Lou han. Seperti saat ukuran kecil digenjot pakan hidup yang kaya akan protein. Selanjutnya untuk ukuran dewasa harus dibarengi pakan yang mempunyai gizi seimbang seperti yang banyak terkandung dalam pakan pellet. Sekali lagi, pakan yang bervariasi akan lebih lebih menyehatkan dibanding pakan sejenis dalam pemberian waktu yang lama.


PEMBAHASAN

Untuk mendapatkan penampilan fisik Lou han yang maksimal maka kita harus menyesuaikan lingkungan ataupun habitat baru Lou han dengan habitat aslinya. Selain penyesuaian habitat kita juga bisa memberikan pakan yang mengandung nutrisi yang sesuai dengan fase pertumbuhannya, memberikan pakan yang dapat merangsang warna, mutiara, nong-nong ataupun marking di tubuhnya. Kita juga bisa memberikan alat tambahan seperti untuk pencahayaan menggunakan lampu fluoresence agar keindahan warna dan mutiaranya makin tampak.

Salah satu faktor eksternal yang harus diperhatikan untuk menghasilkan performa Lou han yang maksimal adalah air. Sesuai dengan pustaka yang kami peroleh Lou han hidup di air berkesadahan tinggi antara 8º-10ºC. Kesadahan air dalam akuarium dapat diindikasikan oleh pH air, apabila air ber-pH basa maka kemungkinan besar kesadahannya tinggi, dan begitu juga sebaliknya. Berdasarkan pustaka tersebut diatas maka kita harus memelihara Lou han pada kondisi kesadahan dan pH yang tepat, untuk lou han kecil kita sebaiknya mengkondisikan air pada suhu 26º-30ºC dengan pH sekitar 6,5-7,2. Kondisi pH air yang tinggi ini bagus saat Lou han dalam proses pembesaran karena nafsu makan akan meningkat. Namun untuk mendapatkan warna yang bagus pada Lou han perlu dihindari kondisi pH yang tinggi, karena akan mengakibatkan pudarnya warna Lou han.

Namun yang terjadi di lapangan umumnya pH air di Indonesia cukup masam, oleh karena itu kita harus menaikkan angka pH agar sesuai dengan habitat asli Lou han. Salah satu cara yang dapat kita lakukan adalah dengan memasukkan kapur bordo sebanyak 2 cc per liter air.

Keindahan Lou han dapat terlihat maksimal apabila kita menempatkannya pada akuarium yang tepat, kita dapat menggunakan dinding kaca bening ataupun akrilik tembus pandang. Kita juga harus memperhatikan volume air dalam akuarium dengan ketebalan dinding kaca akuarium untuk mengindari terjadinya hancurnya akuarium. Untuk jenis Lou han kita sebaiknya menggunakan akuarium dengan bentuk persegi panjang, hal ini dikarenakan untuk akuarium berbentuk toples, silinder, bulat, ataupun segi enam tidak cocok untuk Lou han karena akan mengakibatkan ruang gerak Lou han menjadi sempit. Untuk bentuk akuarium persegi panjang akan membuat pemilik lou han dapat menikmati keindahan Lou han secara maksimal. Kita juga sebaiknya tidak meletakkan akuarium di tempat yang terkena sinar matahari langsung karena akan menimbulkan lumut.

Untuk menghindari agar warna Lou han menjadi kusam dan pudar kita sebaiknya memasang filter pada akuarium. Filter diperlukan karena dalam air akuarium terdapat bahan pencemar seperti kotoran dan sisa makanan, untuk itulah filter berfungsi menghilangkan bahan-bahan beracun, mengalirkan air, serta menambah kandungan oksigen yang terlarut.

Dari tiga jenis filter, yaitu filter kimiawi, biologis dan mekanis, di lapangan lebih banyak kami jumpai filter mekanis. Filter ini mampu menambah kandungan oksigen terlarut, sehingga tidak perlu aerasi lagi. Selain alasan tersebut, filter mekanis banyak digunakan karena praktis dalam penggunaan dan mudah dalam mendapatkannya.

Heater berfungsi untuk menaikkan suhu air dalam akuarium agar sesuai dengan suhu air pada habitat Lou han. Penggunaan heater dengan tepat diharapkan dapat meningkatkan performa Lou han dikarenakan hidup dalam air yang bersuhu sesuai dengan habitatnya.

Namun bila terlalu panas pengaruhnya sangat kompleks, karena berkaitan dengan parameter kualitas air secara keseluruhan. Suhu berkaitan dengan kandungan oksigen di air, semakin tinggi suhu maka sesuai dengan hukum alam kandungan oksigen di air mulai berkurang. Terjadi pemuaian air dan oksigen banyak yang terlepas. Jadi penggunaan heater untuk menaikkan suhu belum tentu aman karena jelas oksigen air makin menipis.

Bersamaan dengan kandungan oksigen air yang menipis maka kandungan zat racun sejenis amoniak juga kian beracun pasalnya bakteri pengurai juga tidak dapat bekerja secara optimal karena kandungan oksigen yang tidak cukup. Oleh karena itu perlu alat tambahan berupa aerator yang berfungsi untuk menambah suplai oksigen yang terkandung dalam air akuarium.

Pada saat ini banyak beredar pakan Lou han yang mempunyai kandungan nutrisi tertentu maupun untuk meningkatkan kualitas fisik Lou han. Adapun jenis pakan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas fisik Lou han adalah :

1. Pakan alami

Dalam pakan alami Lou han sebaiknya mengandung unsur lemak yang berfungsi untuk memacu pertumbuhan lou han dan juga sebagai sumber energi. Jenis pakan yang mengandung lemak ini sebagai contoh adalah cacing sutera sekitar 13-15% ataupun cacing darah atau blood worm yang mengandung 5-7% saja. Tetapi pemberian pakan yang mengandung lemak sebaiknya ditujukan pada Lou han yang sedang dalam masa pertumbuhan, karena jika terlalu banyak diberikan pada Lou han yang akan dikawinkan akan mempengaruhi kualitas dan jumlah telur yang akan dihasilkan.

Selain lemak pakan Lou han harus mengandung protein. Dan biasanya kandungan protein dalam pakan lebih banyak dibandingkan dengan kandungan nutrisi yang lain seperti lemak dan karbohidrat, hal itu dikarenakan protein memiliki peran yang besar pula. Contoh dari pakan alami yang mengandung protein adalah cacing tanah, cacing tanah mengandung protein sebesar 18,274%. Anakan lele di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur pun juga dijadikan pakan Lou han karena mengandung protein. Sedangkan di daerah Kalimantan tengah marak penggunaan anakan ikan haruan atau ikan gabus sebagi pakan Lou han juga dikarenakan kandungan proteinnya yang tinggi. Cacing rambut, artemia dan tubifex juga mengandung protein yang dibutuhkan Lou han. Jenis pakan alami lainnya adalah udang yang dapat dengan cepat membongsorkan tubuh Lou han, memunculkan warna merah (mengandung pigmen astaxanthin) dan memunculkan nonongnya. Di lapangan juga dijumpai penggunaan kelabang sebagai pakan karena ternyata berhasil memunculkan warna mutiara yang menyala, jangkrik juga diberikan pada Lou han karena berhasil menambah panjang sirip setelah pemberian beberapa hari.

2. Pakan buatan

Di pasaran banyak kita jumpai jenis pakan buatan untuk konsumsi Lou han yang berfungsi untuk memunculkan warna maupun mutiaranya. Khusus untuk warna merah, White Crane dengan produksinya jenis CR 6 mampu memberikan pengaruh warna secara instan. Di rekomendasikan cukup 3 hari warna merah menjadi merah menyala. Cara ini dapat digunakan untuk meningkatkan daya jual lou han yang masih kecil dikarenakan pembeli sangat menyukai Lou han yang sudah berwarna merah saat kecil. Untuk meningkatkan penampilan Lou han saat kontes pun dapat menggunakan cara ini.

Untuk memunculkan mutiara kita dapat menggunakan jenis CR 5, jenis ini menurut White Crane cocok untuk menumbuhkan segala warna. Selain warna tubuh lou han menjadi lebih bersih,cerah dan bersinar, dapat pula digunakan untuk memaksimalkan mutiara. Bagi anakan yang mutiaranya hanya separo bila diberi pakan yang dicampuri CR 5 maka mutiaranya dapat merata di sekujur tubuh. Selain itu warna tubuh Lou han yang kelihatan gelap bisa berubah menjadi bersih dan mengkilap.

Pakan jenis lain yang dapat digunakan sebagai pakan Lou han adalah produk yang bernama Magic Octopus. Produk ini dapat memunculkan warna dan mutiara pada lohan. Pellet ini terbuat dari bahan alamiah berupa hormon gurita yang sebelumnya telah digunakan untuk memunculkan warna pada ikan hias seperti parrot, cupang, diskus, dan sebagainya. Hormon ini juga tidak membuat ikan menjadi mandul atau terhambat pertumbuahnnya.

Beberapa produk lain yang banyak ditawarkan di pasaran antara lain :
- Phoenix lou han 4 in 1
- Chien ching
- Premix 13

Dimana produk diatas mempunyai fungsi umum yang sama yaitu sebagai :
- Growth enhancer : meningkatkan pertumbuhan
- Head huncher : membantu pembentukan nonong
- Color enhancer : mempercerah warna tubuh
- Anti stres : mencegah stres dan menjaga stamina


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Untuk memaksimalkan performa atau penampilan fisik Lou han dapat dilakukan dengan cara manipulasi lingkungan dan pemberian pakan sesuai dengan nutrisi yang dibutuhkan Lou han.
2. Manipulasi lingkungan yang dapat dilakukan adalah :
a. Penggunaan air dalam kondisi pH antara 7-8 atau pH antara 6,5-7,2 untuk Lou han kecil
b. Penggunaan akuarium berbahan kaca bening atau akrilik tembus pandang dan sesuai dengan ukuran Lou han.
c. Penggunaan filter.
d. Penggunaan heater.
e. Penggunaan pencahayaan lampu flouresence maupun UV.
3. Lou han memerlukan pakan yang mengandung nutrisi serta suplemen atau makanan tambahan.

Saran

1. Dalam penggunaan heater perlu berhati-hati karena jika terlalu panas akan sangat berpengaruh pada parameter kualitas air.
2. Sebaiknya pemelihara Lou han menggunakan pakan beku atau pakan kering karena lebih higienis dan terbebas dari penyakit.
3. Untuk mempercantik warna, mutiara, memunculkan nonong, serta mempercepat pertumbuhan perlu pemberian suplemen atau makanan tambahan seperti CR 5, CR 6, MO, Phoenix lou han 4 in 1, Chien ching, ataupun produk lain yang beredar di pasar yang mempunyai fungsi yang sama.
4. Dalam penggunaan suplemen tambahan hendaknya diberikan dalam dosis yang tepat karena jika sudah dalam bentuk massal dan kontinyu akan berdampak pada lou han itu sendiri maupun dengan kepercayaan konsumen.


DAFTAR PUSTAKA

Redaksi Trubus, 2002, Singkap Tabir Penangkaran Lou Han, Majalah Trubus, Jakarta.

Redaksi Lou Han Plus Agrobis, 2003, Mencetak Lou Han Bermental Baja, Lou Han Plus Agrobis,
Edisi No 535 Minggu III Agustus 2003, halaman 10.

Redaksi Lou Han Plus Agrobis, 2003, Rahasia Breeding Papan Atas, Lou Han Plus Agrobis, Edisi No 541 Minggu V September 2003, halaman 3 dan 4.

Redaksi Lou Han Plus Agrobis, 2003, Marking Lou Han dan Feng Shui, Lou Han Plus Agrobis, Edisi No 547 Minggu II November 2003, halaman 3.

Redaksi Lou Han Plus Agrobis, 2003, Pakan Alami Makin Diminati, Lou Han Plus Agrobis, Edisi No 552 Minggu IV Desember 2003, halaman 2 dan 3.
Continue reading...
 

JOHN KELIK Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts